Dengan
Weber, masalah-masalah motivasi individu dan arti subyektif menjadi penting.
Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menganalisa hubungan yang penting
antara pola-pola motivasi subyektif dan pola-pola institusional yang besar
dalam masyarakat. Weber memilih konsep rasionalitas
sebagai titik pusat perhatianya yang utama; konsep ini sama pentingnya dengan
konsep solidaritas untuk Durkheim, konflik kelas Marx, tahap-tahap perkembangan
intelektual bagi Comte, dan mentalitas budaya untuk Sorokin. Weber melihat
perkembangan masyarakat Barat yang modern sebagai suatu hal yang menyangkut
peningkatan yang mantap dalam bentuk rasionalitas. Karena kriteria rasionalitas
menjadi kerangka acuan maka masalah keunikan orientasi subyektif individu serta
motivasinya sebagian dapat diatasi. Rasionalitas merupakan dasar logis dan
obyektif untuk mendirikan suatu ilmu pengetahuan mengenai tindakan sosial serta
institusi sosial.
I.
RIWAYAT HIDUP MARX WEBER
Max Weber lahir di
Erfurt, Thuringia tahun 1864 tapi dibesarkan di Berlin. Keluarganya adalah Protestan,
sangat termakan oleh kebudayaan borjuis. Ayahnya adalah seorang Hakim di Erfurt
dan ketika di Berlin menjadi penasihat di pemerintahan kota serta menjadi
anggota Prussian House of Deputies dan German Reichstag. Ayahnya juga terlibat
dalam Partai Liberal Nasional sehingga nampaknya ia senang dengan kompromi
politik dan kesenangan borjuis. Ibunya, Helen Fallenstein Weber, memiliki
keyakinan agama yang besar, yang bertolak belakang dengan suaminya. Hal inilah
yang merupakan elemen dalam konflik batin yang diderita Weber serta mengundang
suatu analisa psikoanalistis seperti biografi yang ditulis oleh Mitzmann.
Pada usia 18
tahun, Weber mempelajari hukum di Universitas Heidelberg. Studinya di Heidelberg terganggu
karena tugas militer di Strasbourg selama satu tahun dimana ia menjalin
hubungan erat dengan pamannya, Hrman Baumgarten. Weber meneruskan studi
akademisnya di Berlin dan mulai membantu pengadilan hukum disana. Tahun 1889 ia
menyelesaikan tesis doktoralnya ("History of Commercial Societiees of the
Middle Ages"). Lalu dia mengajar di Universitas Berlin dan sementara masih
bekerja sebagai pengacara. Ia masih hidup dengan keluarganya sampai tahun 1893
saat dia menikahi Marianne Schnitzer.
1. Gangguan
dalam Karir Akademisnya
Weber membaktikan waktunya untuk menjadi profesor
ekonomi di
Universitas Freiburg tahun 1894. Masalah keluarga
membuat kondisi fisik dan psikologinya terganggu sampai dia dirawat di RS tahun
1899. Tahun 1918 Weber dapat memberikan kuliah selama satu semester di
Universitas Wina. Tahun 1903 ia bergabung di Sombart untuk menerbitkan Archiv fuer Sozialwissenschaft und
Sozialpolitik yang menjadi jurnal ilmu sosial terkenal di Jerman. Tahun
1904 ia menerbitkan bagian pertama bukunya yang berjudul Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism. Tahun 1910 ia mendirikan German Sociological Society.
Lalu ia melanjutkan karya utamanya, Wirtschaft
und Gesselschaft (Economy and Society). Weber meninggal dunia pada tanggal
14 Juni 1902 karena menderita penemoni.
2. Iklim
Sosial dan Politik
Iklim sosial dan politik di Jerman pada masa Weber,
sebagian merupakan akibat dari kenyataan bahwa Revolusi Industri dan perubahan
yang berhubungan dengan revolusi dalam ekonomi terjadi lebih kemudian di
Jerman. Perkembangan industri dan kekuasaan ekonomi di barat Jerman melesat,
sementara di timur masih didominasi oleh pola feudal tradisional dimana nilai
gaya hidup aristokratik hidup.
Struktur sosial politik di Jerman ditandai oleh
perpecahan antara struktur ekonomi dan struktur politik. Struktur ekonomi
semakin dikuasai oleh sistem industri dan kaum borjuis, sedangkan nilai budaya
dan politik didominasi oleh semifeodal yang tradisional dan konservatisme
birokratis. Minat Weber dalam bidang politik menjadi moderat karena
pendiriannya yang kuat pada obyektivitas intelektual. Ia memiliki kepercayaan
akan suatu sistem politik yang demokratis yang merangsang munculnya
pemimpin-pemimpin politik yang kuat. Meskipun Weber simpati terhadap masalah kelas
pekerja di kota, perhatian utamanya adalah bahwa kelas pekerja itu harus
terlibat dalam mendukung tujuan nasionalisme Jerman. Sosiologi Weber harus
dimengerti dalam konteks latar belakang sosial-politik masyarakat Jerman.
II.
TINDAKAN
INDIVIDU DAN ARTI SUBYEKTIF
Weber sangat tertarik pada masalah
sosiologis yang luas mengenai struktur sosial dan kebudayaan, tapi dia melihat
bahwa kenyataan sosial secara mendasar terdiri dari individu-individu dan
tindakan-tindakan sosialnya yang berarti.
1. Gambaran Weber tentang
Kenyataan Sosial vs Durkheim
Durkheim
melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang mengatasi individu, berada pada
suatu tingkat yang bebas; Weber melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang
didasarkan pada motivasi individu dan tindakan sosial. Durkheim melihat
masyarakat sebagai sesuatu yang riil, berada terlepas dari individu dan bekerja
menurut prinsipnya yang khas. Teori itu membandingkan masyarakat dengan
organism biologis dalam pengertian bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan
lebih; Weber melihat kaum nominalis berpendirian bahwa hanya individulah yang
riil secara obyektif, dan bahwa masyarakat hanyalah satu nama yang menunjuk
pada sekumpulan individu-individu. Perbedaan penting lainnya adalah mengenai
proses-proses subyektif. Tujuan Weber untuk masuk ke segala sesuatu yang
berhubungan dengan “kategori interaksi manusia”. Latar belakang intelektual di
masa Weber menekankan pada idealisme dan historisisme.
2. Menjelaskan Tindakan Sosial
Melalui Pemahaman Subyektif
Aspek
pemikiran Weber yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif). Hasil
dari kegagalan teoretisi sosial adalah berupa suatu filsafat sosial atau
interpretasi keliru mengenai perilaku manusia. Weber berpendirian bahwa
sosiologi haruslah merupakan ilmu empirik,
sosiologi harus menganalisa perilaku actual manusia individual. Weber
mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah tidak pernah dapat merupakan suatu
dasar untuk memberikan pertimbangan nilai. Weber mengakui bahwa nilai
mempengaruhi karya ilmiah. Obyektivitas dan netralitas nilai masih diakui
sebagai bagian dari warisan Weber untuk sosiologi masa kini.
3. Analisa Tipe Ideal: dari
Peristiwa Unik ke Proporsi Umum
Weber
mengemukakan bahwa “suatu tipe ideal dibentuk dengan suatu penekanan yang berat
sebelah mengenai satu pokok pandangan atau lebih atau dengan sintesa dari
gejala-gejala individual kongkret,
yang sangat tersebar, memiliki sifatnya sendiri yang kurang lebih ada dan
kadang tidak ada, yang diatur menurut titik pandangan yang diberi tekanan
secara berat kedalam suatu konstruk analistis
yang terpadu”. Tipe ideal yang paling terkenal dari Weber adalah birokrasi. Dengan cara ini Weber dapat
mempelajari satuan-satuan sosial yang lebih besar, yang didasarkan pada
tindakan yang khas, dari individu yang khas, dalam situasi sosial yang khas
pula.
III.
TIPE-TIPE
TINDAKAN SOSIAL
Bagi
Weber, konsep rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai
arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis
tindakan sosial yang berbeda. Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai
logika merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas dimana aspek
subyektif perilaku dinilai secara obyektif. Tindakan rasional (menurut Weber)
berhubungan dengan pertimbangan yang sadar pilihan bahwa tindakan itu
dinyatakan.
1. Rasionalitas Instrumental (Zweckrationalitat )
Tingkat
rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang
berhubungan dengan tujuan tindakan
itu dan alat yang dipergunakan. Tindakan ekonomi
dalam sistem dasar merupakan bentuk dasar Rasionalitas Instrumental ini. Tipe
tindakan ini juga tercermin dalam
organisasi birokratis.
2. Rasionalitas yang
Beriorientasi Nilai ( Wertrationalitat )
Yang
penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan
perhitungan yang sadar; tujuannya sudah ada dalam nilai individu yang bersifat
absolute. Tindakan Religius merupakan bentuk dasar dari Rasionalitas ini.
3. Tindakan
Tradisional
Merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat
nonrasional. Weber melihat
bahwa tipe tindakan ini sedang
hilang, lenyap karena meningkatnya rasionalitas ini.
4. Tindakan
Afektif
Ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa
refleksi intelektual atau
perencanaan yang sadar. Tindakan itu tidak rasional
karena kurangnya pertimbangan logis, sosiologis, dsb.
Keempat tipe tindakan sosial ini merupakan tipe ideal.
Weber mengakui bahwa tidak
banyak tindakan. Membuat pembeda anntara tipe tindakan
ini penting untuk memahami pendekatan Weber terhadap organisasi sosial dan
perubahan sosial. Tindakan sosial dapat dimengerti hanya menurut arti subyektif
dan pola motivasional.
IV.
TINDAKAN SOSIAL DAN STRUKTUR SOSIAL
Meskipun tulisan Weber secara metodologis menekankan pentingnya arti
subyektif dan pola motivasional, karya substansifnya meliputi suatu analisa
structural dan fungsional. Struktur sosial dalam perspektif Weber didefinisikan
dalam istilah yang bersifat probabilistic dan bukan sebagai suatu kenyataan
empirik. Realitas akhir yang menjadi dasar satuan sosial yang lebih besar ini
adalah tindakan sosial individu dengan arti subyektifnya.
1.
Stratifikasi: Ekonomi, Budaya dan Politik
Pengaturan orang
secara hirarkis dalam suatu sistem stratifikasi sosial merupakan satu segi yang
sangat mendasar dalam pandangan Weber mengenai Struktur Sosial. Weber juga
mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas. Baginya
karakteristik kelas sosial yakni (1)
sejumlah orang yang sama-sama memiliki komponen tertentu yang merupakan sumber
dalam kesempatan hidup mereka (2) komponen ini secara eksklusif tercermin dalam
kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda dan kesempatan untuk memperoleh
pendapatan (3) hal itu terlihat dalam kondisi komoditi / pasar tenaga kerja.
Menurut Marx dan
Weber, posisi kelas ditentukan oleh kriteria obyektif yang berhubungan d engan
kesempatan hidup dalam dunia ekonomi. Selain posisi ekonomi dan kehormatan
kelompok status, dasar lain untuk stratifikasi
sosial adalah kekuasaan politik. Bagi Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk
memaksakan kehendak seseorang meskipun mendapat tantangan dari orang lain. Partai politik merupakan tipe organisasi
di mana perjuangan untuk memperoleh dan menggunakan kekuasaan dinyatakan paling
jelas di tingkat organisasi rasional. Struktur kekuasaan tidak harus setara
dengan struktur otoritas (kemungkinan
dimana seseorang akan ditaati atas dasar suatu kepercayaan akan legitimasi
haknya untuk mempengaruhi). Pendekatan Multidimensional terhadap stratifikasi
sosial menghasilkan perspektif baru yang mencakup inkonsistensi status.
Implikasinya adalah selain keseluruhan posisi seseorang dalam stratifikasi itu
penting begitupun dengan tingkat di mana posisi dalam sistem stratifikasinya
itu sendiri.
2.
Tipe Otoritas dan Bentuk Organisasi Sosial
Tindakan sosial
individu membentuk bangunan dasar untuk struktur sosial yang lebih besar. Dalam
The Theory of Social and Economic Organization,
Weber meletakkan dasar ini dengan mengembangkan distingsi tipologis yang
bergerak dari tingkatan hubungan sosial ke tingkatan keteraturan ekonomi dan
sosial politik. Konsep legitimasi mendasari analisa Weber meengenai institusi
ekonomi, politik, dan agama serta interpretasinya mengenai perubahan sosial.
Weber mengidentifikasi tiga dasar legitimasi utama dalam membangun otoritas.
a. Otoritas
Tradisional
Tipe
ini berlandaskan pada "suatu kepercayaan yang mapan terhadap kekudusan
tradisi zaman dulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas
yang dimilikinya". Weber membedakan tiga otoritas tradisional:
gerontokrasi, patriarkalisme, dan patrimonialisme. Feodalisme adalah suatu sistem dominasi tradisional dimana
berkurangnya otoritas patrimonial sudah berkembang sampai ke suatu titik dimana
hubungan kaum militer atau administrative dikendalikan oleh kontrak dan tidak
oleh pendudukan dari penguasa. Tipe ini berlawanan dengan sultanisme yang merupakan sistem patrimonialisme dimana kekuasaan dan
otoritas penguasa yang leluasa sifatya itu adalah maksimal.
b. Otoritas
Karismatik
Otoritas
ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki pemimpin itu sebagai seorang
pribadi. Menurut Weber, karisma adalah suatu mutu tertentu yang terdapat dalam kepribadian
seseorang yang karenanya dia terpisah dari orang biasa dan diperlakukan sebagai
orang yang dianugerahi dengan kekuasaan atau mutu yang bersifat adiduniawi,
luar biasa, atau sekurang-kurangnya merupakan kekecualian dalam hal tertentu.
Kepemimpinan karismatik tidak diorientasikan kepada hal-hal rutin yang stabil
dan langgeng. Gerakannya bersifat tidak stabil. Hal lainnya yang menuju
rutinitas karisma meliputi kebutuhan untuk membereskan konflik, kebutuhan akan
sumber dukungan ekonomi yang dapat dipercaya, kebutuhan untuk mengembangkan
suatu dasar untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan penerimaan dan
sosialisasi anggota baru.
c. Otoritas
Legal-Rasional
Otoritas
ini didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan
secara resmi dan diatur secara impersonal. Orang yang sedang melaksanakan
otoritas legal-rasional adalah karena dia memiliki suatu posisi sosial
(rasionalitas instrumental).
3.
Bentuk Organisasi Birokratis
Otoritas
legal-rasional diwujudkan dalam organisasi birokratis. Analisa Weber mengenai
birokratis berbeda dengan sikap yang memusatkan perhatiannya pada birokrasi
yang tidak efisien, boros dan tidak rasional. Sebagian analisa Weber mengenai
birokrasi mencakup karakteristik yang dilihatnya sebagai tipe ideal (ciri-ciri
suatu gejala empirik). Organisasi ini efisien karena memiliki cara yang
sistematis menghubungkan kepentingan individu dan tenaga pendorong dengan
pelaksanaan fungsi organisasi. Selain itu karena adanya pemisahan yang tepat
dan sistematis serta apa yang bersifat pribadi (emosi, perasaan, dan hubungan
sosial pribadi)
4.
Tipe-Tipe Otoritas Campuran
Hubungan otoritas
dalam keadaan riil cenderung mencerminkan tingkat-tingkat yang berbeda.
Sehubungan dengan ini Etzioni mengembangkan suatu model dinamika organisasi
yang mendiskusikan secara eksplisit manifestasi pengaruh karismatik yang
terus-menerus dalam organisasi birokratis. Dia berpendapat bahwa salah satu
tantangan organisasi birokratis adalah untuk memanfaaatkan pengaruh karismatik
yang ada pada pegawai dalam organisasi itu. Studi psikologi sosial mengenai
kepemimpinan, menerima perbedaan penting yang terdapat dalam mutu pribadi yang
menyatakan pengaruhnya dalam suatu organisasi. Tekanan Weber sendiri dalam
menggunakan konsep-konsep tipe ideal ini adalah untuk menunjukkan betapa
otoritas legal-rasional itu berkembang dalam masyarakat modern, masyarakat
industri kota dengan mengorbankan otoritas tradisional.
V.
ORIENTASI AGAMA, POLA MOTIVASI, DAN RASIONALISASI
Pertumbuhan organisasi
birokratis tidak hanya mencerminkan keruntuhan beberapa
bagian dalam tradisi dan munculnya suatu pendekatan
yang semakin sistematis dan rasional. Kecenderungan yang sama terhadap
rasionalisasi uga dirangsang oleh perkembangan Protestantisme. Analisa Weber
mengenai Etika Protestan mencerminkan dan memperbesar kecenderungan
bertambahnya rasionalitas, dan yang lebih penting memperlihatkan peran di mana
ide agama berperan dalam meningkatkan perubahan sosial. Dengan tulisan ini
Weber bermaksud memperbaiki interpretasi materialis yang berat sebelah dalam
pandangan Marx mengenai sejarah khususnya mengenai sistem kapitalis.
1. Weber dan Marx Mengenai Pengaruh Ide Agama
Menurut
Marx, perjuangan kelas merupakan kunci untuk mengerti perubahan sejarah serta
transisi dari suatu tipe ke tipe struktur sosial lainnya. Perubahan
revolusioner pun menuntut supaya ilusi dan institusi agama dihancurkan. Weber
mengakui pentingnya kondisi materil dan posisi kelas ekonomi dalam mempengaruhi
kepercayaan, nilai, dan perilaku manusia. Sebenarnya, Weber memperluas
perspektif Marx tentang stratifikasi. Weber menekankan bahwa orang mempunyai
kepentingan ideal dan juga materil. Weber merasa perlu mengakui pengaruh timbal-balik antara kepentingan ideal
dan kepentingan materil dan menentukan secara empiris dalam kasus individu,
apakah kepentingan materil atau ideal yang lebih dominan.
2. Kepercayaan Protestan dan Perkembangan Kapitalisme
Analisa Weber dalam bukunya The Protestantt Ethic and the Spirit of
Capitalism harus dilihat dalam konteks keseluruhan usahanya
untuk memperlihatkan pengaruh ide yang bersifat independen dalam perubahan
sejarah. Untuk mengatakan bahwa ada elective
affinity antara etika Protestan dan semangat kapitalisme, berarti bahwa
jenis motivasi yang timbul karena kepercayaan dan tuntutan etis Protestantisme
membantu merangsang jenis perilaku yang dibutuhkan atas lahirnya Kapitalisme
borjuis modern. Baik Protestantisme maupun kapitalisme menyangkut pandangan
hidup yang rasional dan sistematis. Etika Protestan merangsang atau mendorong
kapitalisme. Faktor lainnya adalah kondisi materil dan kepentingan ekonomi. Pengaruh
Protestantisme pada kapitalisme tidak melekat selamanya. Weber mengakui bahwa
sesudah kapitalisme berdiri, ia menjadi otonom dan berdikari, dan dia mencatat
bahwa dukungan agama tidak lagi ada dimasa Benjamin Franklin.
Ini berarti bahwa kritik yang menekankan sifat kapitalisme masa kini
yang murni sekuler itu dimana motivasi yang harus ada untuk mempertahankan
sifat materialistik, atau yang memperlihatkan bahwa agama Protestan dan Katolik
tidak memperlihatkan perbedaan dalam aspirasi dan prestasi benar-benar
merupakan tanggapan yang salah dari Weber. Hubungan jangka panjang antara
Protestantisme dan kapitalisme dilihat sebagai sesuatu yang bersifat dialektik,
dimana Protestantisme membantu pertumbuhan kapitalisme di masa awalnya, tapi
akhirnya dirusak dan diganggu oleh pengaruh kapitalisme yang sudah sekuler.
3. Etika Protestantisme sebagai Protes terhadap
Katolisisme
Bagi Weber, etika Protestan memperlihatkan suatu
orientasi agama yang
bersifat
asketik dalam dunia (inner-worldly). Asketisme dalam dunia menunjuk pada
komitmen untuk menolak kesempatan dan menuruti keinginan fisik untuk mengejar
suatu tujuan spiritual; tujuan ini harus dicapai melalui komitmen yang
sistematis. Menurut Weber, kegiatan ekonomi merupakan bentuk yang paling tinggi
dimana kegiatan moral individu dapat terlaksana. Protestantisme membantu
meningkatkan kapitalisme dengan meenyucikan kegiatan ekonomi sebagai sesuatu
yang mempunyai arti religious di dalam suatu abad dimana motivasi individu yang
sangat religius. Pembedaan ini secara
bertahan diterima dan diresmikan, dan akibatnya adalah terbukanya kemungkinan
baru untuk akumulasi modal dan membiayai usaha raksasa melalui kreditm semuanya
dalam etika Protestan.
4. Etika Protestan dan Proses Sekularisasi
Yang ditekankan Weber adalah bahwa ide-ide tertentu
dalam Protestantisme
memperlihatkan
suatu perubahan dari tradisionalisme ke suatu orientasi yang lebih rasional.
Ide-ide Weber mengenai pengaruh etika Protestan tidak didasarkan pada analisa
sejarah yang sistematis. Tujuannya bukan untuk menelusuri perkembangan sejarah
Protestantisme. Sebaliknya, dia bergerak di antara pelbagai cabang
Protestantisme di pelbagai periode dalam sejarah Protestan. Aliran utama dalam
Protestantisme dimana ia mengambil prinsip utama mengenai etika Protestan yang
mencakup Luther, Kalvinisme, Pietisme, Puritanisme, Metodisme, dam sekte
Baptis. Meskipun tekanan utama aliran ini berbeda, untuk tujuan kita pusat
perhatiannya adalah pada masal etis yang sama.
5. Protestantisme Dibandingkan dengan Agama-Agama Dunia
Lainnya
Kasus
etika Protestan menggambarkan tekanan Weber yang utama dalam teorinya yang
berhubungan dengan peran yang independen dimana ide-ide agama dapat memainkan
peran dalam menggalakkan perubahan sosial. Karya Weber mengenai agama besar di
dunia sangatlah bernilai. Dia menganalisa agama sebagai suatu dasar utama bagi
pembentukan kelompok status dan pelbagai tipe struktur kepemimpinan dalam agama
itu. Dia menerima saling ketergantungan timbal-balik antara kepercayaan agama
dan motivasi di satu pihak, dan gaya hidup serta kepentingan materil di pihak
lainnya. Betapa kritik literature kelihatannya salah menginterpretasi apa yang
sesungguhnya Weber maksudkan. Orientasi membantu melegitimasi kegiatan ekonomi
kaum kapitalis di masa awal, namun Weber tidak pernah mengemukakan bahwa kelanjutan
dari suatu sistem kapitalis yang sudah mantap akan membutuhkan legitimasi agama
terus-menerus. Seperti kita lihat di depan, kapitalisme menjadi berdikari; tambahan pula konsumsi
kapitalis sebenarnya membantu kerusakan orientasi agama yang bersifat asketis
dalam Protestantisme.
6. Etika Kerja Masyarakat Modern
Isu etika kerja merupakan isu dasar dalam sosiologi
masa kini. Weber
berspekulasi
bahwa dia tidak melihat suatu kemungkinan yang jelas bagi dominasi organisasi
birokratis yang terus menerus membesar. Rasionalitas dan efisiensi yang terus
meningkat dapat kita lihat dalam motivasional dan organisasional. Dalam
memenuhi tuntutan pekerjaan rutin yang sangat tinggi spesialisasinya,
sistematis, dan dapat diperhitungkan dalam organisasi yang dikontrol secara
impersonal, orang harus mengorbankan spontanitasnya, hubungan personalnya,
kesempatan untuk mengungkapkan emosi, dan kemampuan untuk menjadi manusia yang
utuh. Weber melihat masa depan dengan mata yang suram dalam melihat biaya
psikologis yang mengertikan dari etika kerja sekuler yang memaksa yang
disalurkan ke dalam peran birokratis yang sempit sehingga etika kerja itu
kehilangan dayanya.
Dipostkan oleh : Ajruni Wulandestie Arifin . Selasa, 17 April 2012 pukul 6:28 WIB .
Referensi
Johnson, Doyle P. 1986. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Diterjemahkan Oleh : Robert M.Z. Lawang. Jilid 1. Bab VI p. 207. Jakarta-Indonesia : PT Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar