Kamis, 25 Oktober 2012

Sumbangsih Beberapa Teori Sosial terhadap Profesi Pekerjaan Sosial

1.     Teori Kritik Sosial
a.       Definisi
Teori kritik sosial merupakan salah satu teori yang menemukan pemahaman tentang bagaimana cara orang berkomunikasi dan bagaimana mereka mengembangkan makna simbolik di masyarakat. Teori ini mengkritik dan mengubah masyarakat kontemporer. Di era teknologi dan informasi, teori kritik sosial memusatkan diri kepada mengkritik budaya dan pengetahuan industri sejak pekerjaan dalam industri lebih kepada memproduksi dan bekerja. Teori ini sadar akan adanya kerugian dalam masyarakat dan tuturan yang sangat berarti tentang nilai-nilai fundamental. Mereka melihat adanya kebutuhan interogasi dari pengetahuan dan menerimanya – semua menghampiri sebagai aturan dan sumbangsih.
Teori kritis di definisikan teori yang berusaha memahami hakikat realitas yang ditentukan penindasan dan penghisapan. Teori kritis berusaha membuka kesadaran palsu masyarakat yang tujuannya menghilangkan kuasa mutlak penindasan atas manusia. Teori kritis selalu curiga dan mempertanyakan kondisi “status quo” di masyarakat yang kelihatannya produktif dan bagus dan tampak dipermukaan tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Teori Kritis menjadi inspirasi dari gerakan sosial kemasyarakatan. Gerakan sosial ini dipelopori oleh pemikir sosial yang pada waktu itu. Menurut teori ini, kritikan terjadi di dalam penindasan terhadap masyarakat yang lemah.
Sumbangsih terhadap pekerja sosial, yaitu bahwa dalam praktek pekerja sosial sendiri, salah satu tugas kita yakni meluruskan adanya ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Ada kalanya kita tidak sepaham dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Contohnya saja NASW yang menentang adanya National Rifle Association.
Teori ini juga dapat membantu pekerja sosial dalam memahami hubungan antara wawasan individu dan perubahan sosial.


2.     Teori Ekologi
a.       Definisi
Ekologi teori berpusat pada lingkungan, biologi, dan pelajaran di antropologi untuk menyorot interkoneksi antara gejala sosial dan faktor-faktor geografis lainnya.
Teori ini mengingatkan kita bahwa manusia memiliki pernah mengubah fisik dan budaya lingkungan.  Ide-ide tentang ekologi dan ekosistem dari kelompok manusia telah mempengaruhi membantu profesi (Germain & amp; Gittelman, 1995; Pardeck, 1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sosial dan orientasi baru untuk intervensi meliputi
-             Melihat konteks untuk menjadi sama pentingnya dengan situasi segera
-             Mencari ekologi, alam, dan impersonal pengaruh selain pribadi penyebab masalah manusia
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Sampai saat ini, pekerjaan sosial telah menyoroti terutama lingkungan daripada kelompok masyarakat, atau kekuatan masyarakat; untuk sebuah kritik terhadap penekanan ini. Yang pasti adalah bahwa lingkungan masyarakat datang ke dalam fokus saat mereka bekerja untuk melindungi anak-anak. Teori ekologis berpusat pada adanya saling ketergantungan antara unsur-unsur dalam lingkungan. Pekerja sosial harus mengetahui tentang teori ini karena berhubungan dengan faktor penyebab eksternal dari inti masalah yang dihadapi klien. Selain itu, berhubungan juga dengan sistem sumber yang relevan untuk membantu pekerja sosial untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh klien.

3.     Teori Feminis
a.       Definisi
Feminisme berkenaan dengan pembebasan perempuan daripada penindasan oleh kaum lelaki. Dalam istilah yang mudah, feminisme merupakan kepercayaan kepada kesamaan sosial, politik, dan ekonomi antara kedua-dua jantina, serta kepada sebuah gerakan yang dikendalikan berdasarkan keyakinan bahawa jantina harus tidak merupakan faktor penentu yang membentuk identiti sosial atau hak-hak sosiopolitik dan ekonomi seseorang. Sebahagian besar ahli-ahli gerakan kewanitaan khususnya bimbang akan apa yang dianggapnya sebagai ketaksamaan sosial, politik, dan ekonomi antara kedua-dua jantina yang memihak kepada kaum lelaki sehingga menjejaskan kepentingan kaum perempuan; sesetengah mereka memperdebatkan bahawa identitas, seperti "lelaki" dan "perempuan", merupakan ciptaan masyarakat. Di bawah tekanan berterusan untuk mengikut norma-norma kelelakian, ahli-ahli gerakan kewanitaan tidak bersetuju antara satu sama lain tentang persoalan-persoalan punca ketaksamaan, bagaimana kesamaan harus dicapai, serta takat jantina dan identiti berdasarkan jantina yang harus dipersoalkan dan dikritik.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Salah satu bidang garapan pekerja sosial adalah isu tentang kesetaraan gender. Dalam teori ini diperjelas bahwa implementasi dari teori feminisme adalah terwujudnya keadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan, serta mewujudkan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini dianggap penting karena klien yang kita tangani bukan saja dari kaum laki-laki tapi juga perempuan. Tidak sedikit dari klien yang mengalami masalah tentang kesetaraan gender. Misalnya, penopang  ekonomi kehidupan adalah suami, sementara istri hanya diam dirumah. Anggapan ini tentu saja salah setelah kita memahami teori ini. Laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama di bidang apapun itu.

4.     Teori Konstruksi Realita
a.       Definisi
Teori ini membantu klien untuk meningkatkan kekuasaan yang lebih besar atas organisasi dan lembaga yang membentuk kehidupan mereka. Pada bagian sebelumnya, telah dibahas segala hal bahwa pekerja sosial dapat mengambil langkah ke arah tersebut jika pekerja sosial dan klien melihat bahwa dalam kehidupan ini terus terjadi adanya perubahan sosial, tidak stuck. Teori ini juga dapat membantu klien mendapatkan tingkat yang lebih besar kekuasaan atas organisasi dan lembaga-lembaga  yang membentuk kehidupan mereka adalah tujuan penting praktek kerja sosial. Pada bagian sebelumnya, kami mengusulkan bahwa klien dan pekerja sosial yang lebih mungkin untuk mengambil langkah arah itu jika mereka melihat dunia sebagai berpotensi berubah daripada tetap. Teori realitas pembangunan oleh Peter Berger dan dalam The Social Construction of Reality menunjukkan bahwa pemahaman mereka datang melalui proses sosial.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Teori ini membahas masalah penting tentang konsepsi struktur sosial dan juga sistem-sistem yang sangat penting yang ada di dalam masyarakat.

5.    Teori Sistem
a.       Definisi
Pokok dasar yang mendasari sistem teori adalah integrasi yang baik dan kehalusan dalam berfungsi sosial, keduanya sangat mungkin dan patut ada. Teori sistem ini ada ketika ada beberapa sub sistem yang menopangnya. Teori sistem ini seharusnya terpisah dari sistem-sistem yang lain dan dari keadaan sekitarnya. Pada waktu yang sama, tidak ada satu pun manusia yang hidup tanpa adanya hubungan dengan lingkungannya. Dalil mendefinisikan bahwa intisarinya ada di sistem terbuka. Setiap sistem manusia harus bernegosiasi dengan lingkungannya. Konsekuensinya, harus terbuka dengan beberapa taraf kehidupan dan mengelola beberapa taraf tersebut bagi adanya ketidakpastian dari sumber daya eksternal. Menurut David Easton, Teori sistem adalah suatu model yang menjelaskan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu unit. Untuk melihat kehidupan sosial, sistem dapat bermakna kenyataan sosial yang terintegrasi dari kompleksitas berbagai unit yang ada serta bersifat interdependen. Jadi perubahan unit-unit sosial akan menyebabkan perubahan pada unit-unit lainnya dalam satu totalitas. Untuk melihat kehidupan sosial, sistem dapat bermakna kenyataan sosial yang terintegrasi dari kompleksitas berbagai unit yang ada serta bersifat interdependen. Jadi perubahan unit-unit sosial akan menyebabkan perubahan pada unit-unit lainnya dalam satu totalitas.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Teori sistem ini dapat digunakan untuk memberikan kontribusi dan menerapkan analogi dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari teori sistem ini agar dikombinasikan dengan aplikasi dan prinsip-prinsip untuk melihat beberapa aktivitas. Kinerja dalam perusahaan misalnya. Atau kinerja yang dilakukan oleh suatu pekerjaan professional.
Salah satu contohnya adalah keluarga. Keluarga adalah salah satu sistem.
Oleh pekerja sosial sendiri, teori sistem ini sangat sering digunakan. Karena dalam prakteknya, pekerja sosial dihadapkan kepada Individu, Kelompok, dan Masyarakat. Dan unsur-unsur tersebut adalah sistem dalam masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, pemberian bantuan yang dilaksanakan oleh pekerja sosial kepada IKM (Individu, Kelompok, Masyarakat) diawali dari Intake sampai Terminasi, semua itu pun berupa sistem.
Dalam pemberian bantuannya juga, ketika seorang pekerja sosial menanangi klien, ia harus mencarikan sistem sumber yang relevan dengan permasalahan yang dialami oleh klien. Sistem sumber ini dapat digunakan juga untuk membantu klien mencari dan meningkatkan potensi yang dimilikinya.

6.     Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)
a.       Definisi
Asumsi dasar dari Teori Belajar Sosial ini adalah bahwa tingkah laku manusia dapat dipelajari selama adanya interaksi dengan orang lain dan dengan lingkungan sosialnya. Dalam hal ini, tidak disangkal bahwa adanya proses di dalam biologis dan psikologis seseorang akan mempengaruhi emosi dan pikirannya. Teori belajar sosial memandang perilaku individu tidak semata - mata refleks otomatis atau stimulus. Melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan ( imitation ) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Melalui pemberian reward and punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari interaksi antara manusia dengan lingkungan, dan sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri. Perilaku timbul karena adanya interaksi antara lingkungan dengan individu. Perilaku timbul bukan karena semata - mata refleks otomatis melainkan juga akibat reaksi yang timbul dari hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu. Apabila perilaku itu bersifat baik maka akan menimbulkan norma dan moral yang baik. Begitu juga sebaliknya.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Pendekatan terhadap tingkah laku manusia pada praktek pekerja sosial sering teridentifikasi karena banyaknya model dari terapi untuk individu dan kelompok. Teori ini sangat berguna untuk praktek pekerja sosial dalam bimbingan sosial masyarakat terutama untuk memahami dan mempengaruhi tingkah laku dari individu dan masyarakat tersebut. Hal ini dirasa perlu untuk seorang pekerja sosial untuk melihat latar belakang dari inti masalah yang akan ditentukan kepada klien. Pekerja Sosial harus benar-benar tahu apa saja yang melatarbelakangi seseorang bertingkah laku dan berfikir. Dan semua hal tersebut dipelajari dalam teori ini.

7.     Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)
a.       Definisi
Ketika seseorang bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, entah itu dari segi ekonomi, sosial, maupun psikologi, pertukaran adalah tindakan ingin mendapatkan suatu komoditas yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu yang dapat dihargai oleh pihak lain. Teori pertukaran sosial, dihubungkan dengan teori seperti George C. Homans (1974), Peter M. Blau (1964), dan Richard Emerson (1962), membentuk blok bangunan konseptual lain untuk praktik komunitas yang Dibangun pada aspek-aspek operant pengkondisian sosial belajar teori dan pandangan ekonomi hubungan manusia sebagai prihatin dengan maksimalisasi ganjaran atau keuntungan dan minimalisasi hukuman atau biaya, teori pertukaran mendasari keterampilan semacam itu sebagai tawar-menawar, negosiasi, advokasi, jaringan, dan pemasaran.
Pada dasarnya, setiap manusia itu mengalami perubahan. Entah progress, regress, atau statis. Perubahan sosial dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Secara umum, dalam kerangka pertukaran sosial teori ini penting untuk dicatat karena kekuatan dari pertukaran sosial akan membangun relasi yang lebih di antara IKM dan memungkinkan adanya koneksi walaupun belum pernah ada sebelumnya, serta menciptakan saling ketergantungan. Karena potensi untuk membangun hubungan dengan orang lain itu terbatas, implikasinya bahwa kekuasaan tidak terbatas sebagai sumber daya atau terbatas pada kelompok individual. Sebaliknya, kekuasaan dapat dipandang sebagai sumber daya yang dinamis yang selalu di-upgrade.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Teori ini memberikan sumbangsih tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Bisa berupa nilai-nilai, norma-norma, dan aturan masyarakat. Karena, hal ini berkaitan dengan perilaku masyarakat pada masa tersebut. Dengan teori ini, kita dapat mengetahui apa saja yang menjadi latar belakang adanya perubahan sosial.
Pekerja Sosial perlu mengetahui perubahan-perubahan apa saja yang terjadi di masyarakat sehingga pekerja sosial tidak salah dalam menentukan inti masalah bagi klien. Pekerja sosial juga perlu mengetahui perubahan-perubahan mana saja yang dinilai memiliki dampak positive dan bahkan sebaliknya. Dampak dari perubahan sosial juga bermacam-macam. Bahkan bisa saja menimbulkan masalah sosial. Salah satu contohnya adalah frustasi. Maka dari itu pekerja sosial juga sangat perlu untuk belajar tentang teori ini.

8.     Teori Organisasi
a.       Definisi
Manusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk hidup bermasyarakat serta mengatur dan mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan. Tetapi karena keterbatasan kemampuan menyebabkan mereka tidak mampu mewujudkan tujuan tanpa adanya kerjasama. Hal tersebut yang mendasari manusia untuk hidup dalam berorganisasi. Hubungan kekuasaan dan pertukaran mengatur banyak hal dari perilaku interorganisasional. Hal ini karena anggota masyarakat memiliki tugas dalam organisasi tersebut. Selain itu, organisasi harus membangun dan mengelola organisasinya agar sukses dalam beroperasi. Jika kita salah satu bagian dari organisasi, tidak dapat membangun saling ketergantungan-syarat dan pesaing bisa membuat itu sulit-tidak akan mampu mengukir diterapkan domain.
Hubungan antarorganisasi menjadi benar-benar menarik ketika kita berpikir tentang konsep domain dan lingkungan tugas sebagai dinamis, bukan dari entitas statis. Bayangkan bidang pertukaran dengan beberapa individu, kelompok, dan organisasi, yang masing-masing memiliki domain sendiri dan tugas lingkungan tapi semua yang setidaknya longgar terhubung, langsung maupun tidak langsung, sebagaimana akan terjadi.
Banyak komunitas praktek melibatkan, menetapkan, mengelola dan menjalin hubungan dengan kelompok lain dan organisasi. Pemilihan materi teori sejauh ini disajikan untuk menyediakan dasar bagi banyak ide-ide cemerlang yang membantu kita memahami hubungan di dalam organiasi ini. Dalam teori ini dibahas tentang bagaimana cara memahami perilaku kelompok dan organisasi-organisasi besar. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia cenderung berkelompok sesuai dengan kesukaannya masing-masing. Ada yang berkelompok karena bakatnya dalam bidang menyanyi, berolahraga, dan lain sebagainya. Karena latar belakang minat mereka, seringnya manusia membentuk kelompok-kelompok yang kemudian menjadi suatu organisasi.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Teori ini mempelajari tentang apa saja yang menjadi latar belakang masyarakat membentuk organisasi-organisasi. Hal ini pula yang dipakai oleh pekerja sosial. Berkaitan juga dengan sistem sumber, pekerja sosial dapat mencarikan sistem sumber yang tepat bagi klien dengan mempelajari teori ini. Karena dalam teori ini dipelajari tentang relevansi antara tingkah laku, psikologis manusia dan kecenderungannya untuk berorganisasi. Selain itu, pekerja sosial juga harus mengetahui organisasi-organisasi apa saja yang ada di dalam masyarakat yang dapat digunakan untuk meningkatkan keberfungsian sosial klien. Atau dapat pula mencari organisasi yang ada di masyarakat untuk dijadikan strength based bagi daerah yang sekiranya masih perlu untuk ditingkatkan.

9.     Teori Konflik
a.       Definisi
Dalam kehidupan manusia, ada kemungkinan bahwa seorang manusia akan mencari tatanan kehidupan dan organisasi yang pas bagi dirinya. Oleh karena itu proses sosialisasi dan control sosial akan sangat mendukung untuk diterima. Sedangkan proses yang melibatkan konflik sosial sering membuat kondisi menjadi tidak nyaman. Namun, konflik juga termasuk aspek alami dalam suatu kehidupan sosial bermasyarakat yang tidak bisa dielakkan dalam kehidupan manusia. Jadi, perspektif dialektis konflik dalam sosiologi dapat dipakai untuk praktek pekerja sosial. Ada beberapa asumsi dasar tentang sistem masyarakat yang dikemukakan oleh Marx dan Dahrendorf. Keduanya percaya bahwa (a) sistem sosial sistematis yang menimbulkan konflik, karena konflik itu meresap dari fitur masyarakat, (b) konflik dihasilkan oleh kepentingan menentang yang pasti bagian dari struktur sosial masyarakat, (c) kepentingan menentang tersebut berasal dari distribusi yang tidak merata serta sumber daya yang langka dan kekuasaan yang dominan di antara subordinat kelompok, dan karenanya setiap masyarakat bertumpu pada kendala dari orang lain, (d) kepentingan yang berbeda cenderung polarisasi menjadi dua kelompok konflik, (e) konflik adalah dialektis, yaitu resolusi satu Konflik menciptakan satu set baru untuk kepentingan menentang tersebut, serta dalam kondisi tertentu, menimbulkan konflik yang berkelanjutan, dan (f) sebagai akibat dari konflik yang sedang berlangsung, perubahan sosial adalah fitur yang meresap di masyarakat.
Mungkin ada kecenderungan alami di antara manusia untuk mencari tatanan sosial dan organisasi dalam hidup mereka. Oleh karena itu proses sosialisasi dan kontrol sosial yang mendukung perintah tampak sangat diterima, sementara proses yang melibatkan konflik sosial sering membuat kita tidak nyaman Namun, seperti yang kita katakan sebelumnya, gangguan ini juga aspek kehidupan manusia yang tak terelakkan. Dengan demikian perspektif dialektis konflik dalam sosiologi, seperti mengajukan oleh teori, sejarawan seperti Karl Marx dan Ralf Dahrendorf, dapat terus menginformasikan praktek kerja sosial.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
               Jadi pada intinya Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Dalam teori konflik ini dipelajari apa apa saja yang sekiranya dapat memicu konflik di masyarakat. Pekerja Sosial mempelajari teori ini agar dapat mengetahui kontrol-kontrol sosial yang ada di masyarakat itu seperti apa. Selain itu agar pekerja sosial dapat mengetahui sebab akibat yang tepat dari IKM yang berkonflik. Karena dalam teori ini juga dipelajari latar belakang IKM itu kenapa berkonflik.

10.          Teori Motivasi
a.       Definisi
Teori motivasi, yang mempelajari mengapa, kapan, dan bagaimana orang bertindak atau penurunan untuk bertindak, terhubung secara konseptual dengan emosi dan pengertian dari sifat manusia. Ketika menyelidiki penyebab perilaku manusia, motivasi teoretisi sering memilih orientasi batin, berfokus pada perilaku individu daripada kolektif. Meskipun demikian, motivasi teori menarik dari ilmu politik, sosiologi, ekonomi, bisnis, dan periklanan (teknologi motivasi), psikologi dan filsafat, dan memiliki makro-aplikasi. Motivasi adalah fitur psikologis yang membangkitkan suatu organisme untuk bertindak menuju tujuan yang diinginkan dan memunculkan, kontrol, dan memelihara perilaku tujuan tertentu diarahkan. Sebagai contoh: Seorang individu tidak dimakan, dia merasa lapar, dan sebagai respon dia makan dan mengurangi rasa lapar. Ada banyak pendekatan untuk motivasi: fisiologis, perilaku, kognitif, dan sosial.
Motivasi mungkin berakar dalam kebutuhan dasar untuk meminimalkan rasa sakit fisik dan memaksimalkan kesenangan, atau mungkin termasuk kebutuhan spesifik seperti makan dan beristirahat, atau untuk objek yang diinginkan. Secara konseptual, motivasi berkaitan dengan emosi. Tetapi kedua hal tersebut berbeda.
b.      Sumbangsih dan Kaitannya dengan Pekerja Sosial
Teori motivasi ini sangat membantu bagi IKM. Contohnya ketika kita sebagai pekerja sosial menemukan adanya masalah bagi IKM, motivasi menjadi sangat penting untuk adanya perubahan dalam IKM tersebut. Bahkan kurangnya motivasi dapat dijadikan sebagai inti masalah. Sebagai contoh, ketika masalah terjadi pada salah seorang individu. Dia tau potensi apa yang dimilikinya, tapi tidak memiliki semangat untuk mengembangkan potensi tersebut. Hal inilah yang harus dirubah dari individu tersebut. Kita sebagai pekerja sosial harus meningkatkan motivasi bagi klien agar mereka lebih semangat untuk merubah dirinya menjadi lebih baik, bahkan memanfaatkan potensi-potensi yang ada pada dirinya. Karena siapa tau potensi tersebut yang akan membawa klien keluar dari masalah yang sedang dialaminya. Motivasi ini juga sangat perlu untuk membantu keberhasilan dalam proses pendidikan.
Motivasi ini bisa berasal dan dalam individu maupun dari luar individu. Baik yang berasal dari faktor psikis atau fisik individu yang sedang belajar maupun berasal dari lingkungan alam, sosial ekonomi dan sebagainya. Banyak contoh bisa diberikan untuk menunjukan bagaimana proses pendidikan yang berhasil baik dengan penerapan motivasi didalamnya. Selain itu, teori ini membantu pekerja sosial untuk memotivasi klien klien yang sedang di dalam permasalahan dengan metode metode yang ada. Motivator juga menjadi salah satu peran pekerja sosial. Hal ini disebabkan karena memberikan motivasi klien adalah hal yang sangat penting.

Tawuran Antar Pelajar


   
   A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, tawuran semakin sering terjadi. Bahkan menjadi fenomena sosial yang dianggap biasa ketika dilakukan oleh seseorang yang menginjak usia remaja. Usia Remaja merupakan usia yang sangat rentan dalam hal perkembangan perilaku dan merupakan usia yang potensial bermasalah. Karena pada masa ini, remaja sedang mencari jati dirinya. Bahkan, sebagian besar perilakunya tumbuh berdasarkan faktor eksternal yang membentuknya. Seperti keluarga, teman sebaya, bahkan sekolah. Apa yang dilihatnya sehari-hari akan menjadi perilaku yang dilakukannya kemudian.
Dalam periode usia remaja ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satunya adalah  “tawuran”.
“Tawuran”, hal yang semakin sering terdengar akhir-akhir ini. Bahkan, seperti sudah kami sebutkan sebelumnya bahwa tawuran semakin sering terjadi di kota-kota besar. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam Hall & Lindzey, Psikologi kepribadian, 1993) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.
Permasalahan tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. Efek yang ditimbulkan tersebut diantaranya adalah pemerasan, penodongan, pembajakan angkutan umum hingga ke tindakan penculikan. Maka dari itu, tawuran saat ini tidak dapat dikatakan sebagai masalah biasa, karena dampak yang ditimbulkan menjadi sangat banyak dan bisa saja menimbulkan masalah sosial yang merugikan.

   B.    ANALISIS

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tawuran bisa terjadi. Diantaranya :
1.      Faktor Internal
-          Mudah dipengaruhi teman
-          Solidaritas Kelompok (Peer Group)
-          Nyali yang tinggi
-          Belum bisa mengontrol emosional
-          Menghilangkan rasa bosan / stress
-          Ingin menyatakan diri bahwa ia “sudah dewasa”
-          Kurang penghayatan terhadap agama
-          Agar diterima dalam suatu kelompok
-          Tidak berada dalam pengawasan diri dari orang tua
-          Kontrol diri sangat minim
-          Suka mencari sensasi dari hal-hal yang negative
       2.      Faktor Eksternal

a.      Keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
Usia remaja juga merupakan masa pencarian identitas diri. Ketika komunikasinya dengan orang tua tidak terjalin dengan baik, maka penghargaan anak terhadap orang tua pun menjadi berkurang. Akibatnya, apapun nasehat dari orang tua tidak didengarkan.
Selain itu, orang tua yang terlalu otoriter juga menjadi salah satu penyebab anak justru mencari kepuasan dirinya dengan melakukan hal-hal negative dan ia menjadi mudah terpengaruh oleh lingkungan yang justru mendukung perilaku nya.

b.      Lingkungan Pergaulan
Lingkungan teman sebaya (peer educator) juga sangat menentukan. Karena mayoritas waktu kita dihabiskan bersama dengan teman sebaya. Apalagi jika kita mendapat pengakuan lebih dari Peer Educator dibandingkan dengan keluarga.

c.       Sekolah
Suasana sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar juga akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Seringnya, guru malah lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan. Bahkan otoriter dan seringkali menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk yang berbeda-beda). Padahal seharusnya, sekolah menjadi tempat yang nyaman untuk siswa mendapatkan pendidikan. Selain itu, perilaku dari guru dan sistem yang ada di sekolah akan menjadi percontohan bagi murid dalam berperilaku.
Selain itu, pengawasan dari sekolah pun perlu lebih ditingkatkan. Pihak sekolah harus lebih peka terhadap isu-isu yang beredar di kalangan siswa sehingga dapat cepat ditindak. Pembelajaran tentang agama pun harus lebih ditingkatkan. Setidaknya pembelajaran bahwa konflik antar sekolah tidak harus diselesaikan dengan cara tawuran.

d.      Kebijakan Pemerintah
Adanya kebijakan dan pengambilan keputusan yang salah dari pemerintahan pusat kepada daerah. Hal tersebut sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kurikulum yang ditetapkan pemerintah juga turut serta dalam perwujudan konflik antar pelajar. Hal ini disebabkan karena para pelajar merasa terkekang dalam kurikulum yang telah mengeksploitasi waktu serta pikiran mereka. Walhasil, mereka akan melakukan upaya untuk terbebas dari aturan-aturan tersebut dengan melampiaskannya dalam konfrontasi fisik.

e.      Faktor Lingkungan
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional

f.        Alumni
Alumni juga merupakan salah satu faktor yang tidak bisa dilupakan sebagai faktor penyebab tawuran. Konflik antar pelajar remaja telah menjadi adat dari remaja itu sendiri. Hal ini menciptakan suatu nilai dalam remaja bahwa yang tidak ikut dalam tawuran adalah remaja yang pengecut. Atas dasar inilah, para remaja menjadi bersikap militan terhadap kelompoknya sekalipun mereka tidak mengetahui sebab konflik itu terjadi. Selain itu, ada beberapa siswa yang merasa tertekan dengan doktrin beberapa alumni yang mengatakan bahwa tawuran merupakan adat turun temurun dan diannggap sebagai angkatan yang cupu kalau tidak dilakukan lagi.

g.      Peraturan Perundang-Undangan
Perundang-undangan yang lemah juga dapat memicu timbulnya tawuran, karena mereka merasa aman ketika bersama-sama melakukan tindak kriminal. Tidak ada rasa takut lagi karena mereka fikir akan sangat panjang jika masalah tawuran ini dibawa ke jalur hukum. Dan mereka akan merasa terlindungi karena melakukan tawuran itu tidak sendiri-sendiri melainkan banyak orang yang terlibat.

   C.     Teori Yang Berkaitan dengan Tawuran
1.      Teori Belajar Sosial
Teori ini berasumsi bahwa tingkah laku manusia dapat dipelajari selama adanya interaksi dengan orang lain dan dengan lingkungan sosialnya. Dalam teori ini disebutkan bahwa ada proses biologis dan psikologis seseorang yang akan mempengaruhi emosi dan pikirannya. Teori belajar sosial memandang bahwa perilaku individu tidak semata - mata dilakukan karena adanya stimulus. Melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan ( imitation ) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Melalui pemberian reward and punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari interaksi antara manusia dengan lingkungan, dan sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri. Perilaku timbul karena adanya interaksi antara lingkungan dengan individu. Perilaku timbul bukan karena semata - mata refleks otomatis melainkan juga akibat reaksi yang timbul dari hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu. Apabila perilaku itu bersifat baik maka akan menimbulkan norma dan moral yang baik. Begitu juga sebaliknya.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa dalam tawuran ini ada pengaruh dari aspek eksternal. Pengaruh dari aspek eksternal ini yang akhirnya dijadikan individu sebagai sebuah pembelajaran bagi tumbuh kembang perilaku dan kognitif mereka. Ketika lingkungan memberikan input yang baik pada seorang individu, maka secara tidak langsung individu tersebut akan belajar hal-hal yang baik dari lingkungan. Sementara sebaliknya, bila individu mendapat pengaruh yang buruk dari lingkungan, individu juga akan belajar. Contoh kecilnya adalah keluarga. Ketika keluarga sering ribut atau sering terjadi KDRT, maka anak akan merasa bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya. Maka wajar jika anak-anak yang sudah biasa hidup di lingkungan yang penuh dengan kekerasan akan juga melakukan kekerasan seperti contohnya tawuran. Ia akan merasa bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dilakukan oleh seseorang.

2.      Teori Frustasi – Agresi
Teori Frustrasi-Agresi atau Hipotesis Frustrasi-Agresi (frustration-Aggression Hypothesi) berasumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, akan timbul dorongan agresif pada dirinya yang akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustrasi (Dollard dkk dalam Prabowo, 1998). Menurut formulasi ini, agresi bukan dorongan bawaan, tetapi karena frustrasi merupakan kondisi yang cukup universal, agresi tetap merupakan dorongan yang harus disalurkan.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, bahwa tindakan tawuran ini juga dipengaruhi oleh aspek Internal individu. Ketika individu merasa adanya tekanan dalam dirinya dan tidak ada penyaluran, maka tawuran lah yang menjadi salah satu penyaluran bagi perilaku seorang individu. Contohnya ketika seorang individu kalah dalam suatu pertandingan (ia mendapat hambatan ketika mencapai tujuannya), maka akan timbul dorongan agresif pada dirinya yang akan memotivasi perilakunya untuk melukai orang. Salah satu caranya ialah dengan tawuran.
Begitu juga ketika seorang individu merasa tertekan, tidak ada keluarga yang mengawasi dan melindunginya dengan baik, maka individu cenderung mengikuti apa yang teman sebayanya lakukan. Seperti ketika teman sebayanya mengajak untuk tawuran, maka kontrol diri dari individu tersebut akan lemah dan ia akan cenderung mudah dipengaruhi.

3.      Teori Ekologi
Strategi yang dipilih seseorang untuk stimulus mana yang diprioritaskan atau diabaikan pada suatu waktu tertentu akan menentukan reaksi positif atau negatif terhadap lingkungan. Berikutnya adalah teori Kualitas Lingkungan yang salah satunya meliputi kualitas fisik. Berbicara mengenai kualitas fisik, Rahardjani dan Ancok (dalam Prabowo, 1998) menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku yaitu: kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna. Menurut Ancok (dalam Prabowo, 1998), keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Sedangkan menurut Holahan (dalam Prabowo, 1998) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. (http://www.masbow.com/2008/05/tawuran-pelajar-ditinjau-dengan.html)
Tawuran dapat juga dipengaruhi oleh kualitas lingkungan. Misalnya ketika jarak sekolah yang terlalu berdekatan, sementara lingkungan sekitar tidak nyaman (contoh : bisingnya kendaraan bermotor, adanya terminal, orang berdesakan, dsb) sehingga menyebabkan emosi masing-masing individu lebih mudah terpancing. Selain itu, kualitas lingkungan yang nyaman dapat membuat pelajaran yang diterima di sekolah dengan mudah masuk dan diterima. Apalagi bila di sekitar lingkungan sekolah terdapat fasilitas belajar yang memadai. Misalnya dekat dengan perpustakaan, taman kota, atau tempat-tempat yang bisa dipakai untuk refreshing. Hal itu akan jauh berbeda dampaknya dibandingkan dengan sekolah yang dekat dengan terminal misalnya. Pulang dari sekolah, mereka nongkrong, merokok, dan dipaksa untuk melihat kekerasan sosial yang terjadi di sekitar sekolah mereka. Hal ini yang juga menyebabkan akhirnya perilaku dan mindset mereka terbentuk oleh lingkungan di sekitar sekolah.

   D.    SOLUSI
Dari uraian di atas, dapat kami simpulkan beberapa solusi untuk mengurangi konflik yang terjadi pada pelajar remaja.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menata ulang kurikulum pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan kultur budaya di Indonesia. Hal ini dapat membuat siswa menjadi nyaman dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Apabila siswa merasa nyaman, maka mereka tidak akan mencari kegiatan lain yang dapat mencelakakan diri dan orang lain serta cenderung untuk tidak melakukan penyimpangan. Kenyamanan juga dapat berpengaruh kepada rasa memiliki dan cinta almamater. Dampaknya, siswa akan memikir dua kali jika akan melakukan tawuran. Karena jelas mencoreng nama baik almamater dan pribadi
Selain itu diharapkan pihak sekolah selaku institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa. Pihak sekolah juga harus mampu membuat kegiatan yang dapat mengisi waktu luang para siswanya. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah kontrol dari lembaga inti yakni lembaga keluarga. Dalam sebuah keluarga hendaknya terdapat hubungan yang komunikatif sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam anggota keluarganya. Keluarga dan sekolah merupakan dua aspek penting yang dapat berpengaruh pada kontrol diri dari anak. Harus terjadi komunikasi yang baik antara keluarga – individu – sekolah sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan anak dari segi kognitif maupun perilaku agar anak tidak terlalu jauh terjerumus pada hal-hal negative yang didapatkannya di luar lingkup keluarga. Selain itu, perkuat juga undang-undang yang mengatur tentang tawuran berikut hukumannya.


Dipostkan oleh : Ajruni Wulandestie Arifin
Kamis, 25 Oktober 2012 pukul 20:54 WIB