Minggu, 10 Oktober 2021

Pekerja Sosial Medis Sebagai Pilihan Karir Ditinjau Dari Perspektif Mahasiswa

  

Ajruni Wulandestie Arifin

Bandung, 21 Desember 2013

 

·       Mahasiswa Semester 5 jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD, Jatinangor

·       Diajukan untuk memenuhi persyaratan menjadi panelis dengan tema “Pekerjaan Sosial Medis Sebagai Pilihan Karir dari Perspektif Mahasiswa” dalam acara Konferensi dan Kongres Luar Biasa Asosiasi Pekerja Sosial Medis Indonesia

 

PEKERJAAN SOSIAL

 

Salah satu pengertian pekerjaan sosial yang sampai saat ini masih terus melekat dalam ingatan adalah definisi dari Charles Zastrow (1982:12) yang kurang lebih diartikan bahwa pekerjaan sosial adalah aktivitas professional untuk membantu individu, kelompok, atau komunitas guna meningkatkan atau memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya.

 

Ibu Nurul Eka dalam Seminar RUU Praktek Pekerjaan Sosial di Pusdiklat Kessos Kemensos RI tempo hari menyebutkan bahwa salah satu ciri profesi adalah mengorganisasi diri melalui asosiasi profesi. Bermunculannya asosiasi profesi pekerja sosial di Indonesia membawa berbagai dampak positif. Selain bahwa profesi ini semakin diakui di Indonesia, lapangan pekerjaan bagi ranah kami menjadi semakin meluas. Sontak hal ini membuat kami sebagai mahasiswa pembelajar merasa lega dan bangga karena keabu-abuan yang dahulu sempat muncul di fikiran saat ini sudah semakin diperjelas karenanya.

 

Saat ini saya adalah mahasiswa semester 5 pada jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD. Kebetulan saya menjabat sebagai ketua angkatan KS UNPAD 2011 dan dipercaya oleh teman-teman Forkomkasi Regional Jawa Barat untuk menjadi ketua periode 2013-2015.

 

PELAYARAN PERTAMA

 

Bagi sebagian besar mahasiswa, keabu-abuan itu muncul sejak masuk di bangku kuliah tapi saya sudah merasakannya jauh sebelum itu.

 

Saya bersekolah di SMPS (Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial) atau saat ini dikenal sebagai SMK 15 Bandung. Seperti kebanyakan siswa pada masa itu, saya masuk pada ranah yang saya sendiri tidak tau jurusan apakah itu, akan mendapat pelajaran apa saja, dan bagaimana prospek kerjanya. Ketika saya bermaksud untuk mendaftar dan menanyakan pada bagian kesiswaan, informasi yang saya dapat bahwa jurusan ini akan mempelajari hal-hal yang menyangkut tentang Sosiologi, Geografi, dan Ekonomi layaknya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ketika masih menginjak bangku SMP.

 

Tetapi yang terjadi, saya sama sekali tidak mendapatkan hal itu. Pada kelas pertama, saya mendapatkan beberapa mata pelajaran yang belum pernah saya dengar sebelumnya seperti UKS (Usaha Kesejahteraan Sosial), AKS (Administrasi Kesejahteraan Sosial), TLMLS (Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial) dan beberapa mata pelajaran lainnya yang sangat membosankan. Pelajaran yang membuat saya mengerutkan kening, kemana geografi dan ekonomi yang dimaksud? Sosiologi pun hanya sebagian kecilnya saja.

 

Ternyata prestasi yang saya dapatkan pada semester pertama membawa hembusan semangat baru. Saya mendapatkan rangking satu dan saya berjanji untuk mempertahankannya pada semester depan. Semester berikutnya saya mulai mempelajari hal-hal yang menyangkut praktek seperti PPS (Praktek Pekerjaan Sosial), MPS (Metode Pekerjaan Sosial), dan beberapa mata pelajaran umum.

 

Menginjak kelas XI saya mulai dihadapkan pada mata pelajaran yang menyangkut individu, kelompok, dan masyarakat. Tahun kedua inilah yang menjadi titik balik bagi saya. Mata pelajaran seperti Pengembangan Masyarakat, Pelayanan Kecacatan, Pelayanan Lanjut Usia, Pelayanan Kesehatan Umum dan Kesehatan Mental, Pengasuhan Anak Autish, dan Pelayanan KDRT adalah mata pelajaran yang menarik bagi saya untuk dipahami. Dua mata pelajaran yang paling saya tunggu adalah Pelayanan Kecacatan serta Pelayanan Kesehatan Umum dan Kesehatan Mental. 

 

Saya baru menyadari bahwa ketika masa itu, tidak ada satu pun buku yang pernah diberikan di kelas baik literatur dari bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang membahas mengenai Pekerja Sosial, Pekerjaan Sosial, Kesejahteraan Sosial, Kebijakan Sosial, atau hal-hal yang berkaitan dengan itu. Bahan yang kami dapat adalah beberapa lembar fotokopian dan apa yang dibacakan oleh guru. Apalagi asosiasi profesi, sama sekali belum pernah mendengar. Miris.

 

PRAKTEK KERJA LAPANGAN, DUNIA PEKSOS YANG SESUNGGUHNYA

 

Menginjak masa PKL, saya diharuskan untuk memilih setting. Saya sudah menargetkan akan PKL pada salah satu LSM yang menangani anak autish yaitu Indigrow. Tetapi satu hari setelah pemilihan tersebut, saya dipanggil ke ruang BP oleh Ibu Dewi Agustiningsih selaku guru pembimbing. Ia menyarankan agar saya mengambil setting rumah sakit. Pertimbangan beliau saat itu adalah nilai saya pada mata pelajaran Pelayanan Kesehatan. Ada harapan tersendiri dari beliau suatu saat saya bisa menjadi seorang pekerja sosial medis.

 

Beliau menjelaskan sedikit banyak mengenai pekerja sosial medis. Saat itu sekolah saya bekerja sama dengan Rumah Sakit Khusus Ginjal Ny. R.A Habibie meminta tiga orang siswa terbaik untuk menjadi praktikan disana. Saya akan berhadapan dengan seorang klien pengidap gagal ginjal dan akan mempraktekan teori PPS dari mulai assessment sampai dengan terminasi, dan tawaran ini merupakan kesempatan bagi saya untuk mengenal klien dalam lingkup mikro dan dalam setting rumah sakit. Begitulah beliau menjelaskan panjang lebar mengenai alasan menyarankan saya untuk memilih setting tersebut. Akhirnya, setelah meminta pendapat dari kedua orang tua, saya menjalani hari-hari PKL di RSKG Ny. R.A Habibie Bandung.

 

Selama menjadi siswa praktikan di RSKG ada 4 bagian utama yang harus dihadapi dan dijadikan pekerjaan sehari-hari. Bagian pertama adalah bagian administrasi, bagian kedua adalah bagian medrec (medical record), bagian ketiga adalah bagian keperawatan, dan bagian keempat adalah peran praktikan sebagai peksos medis itu sendiri.

 

APA YANG KITA LAKUKAN?

 

Beberapa peran yang dapat kita lakukan sebagai pekerja sosial medis[1] diantaranya adalah :

1.     Motivator. Memberikan motivasi, dukungan, dan positive affirmation kepada klien agar klien dapat merubah self talk negative yang dapat mengganggu keberfungsian sosialnya, serta memotivasi agar klien dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan memanfaatkan potensi tersebut ke arah yang positif dan menunjang masa depan.

2.   Pendamping, mendampingi klien ketika sedang melakukan rawat jalan maupun rawat inap di rumah sakit, berikut saat klien melakukan kegiatan sehari-hari yang membutuhkan bantuan dari pekerja sosial

3. Broker, membantu menyediakan pelayanan sosial kepada klien, menghubungkan klien pada berbagai sistem dasar peksos sesuai dengan permasalahan klien

4.    Mediatormenghubungkan klien dengan berbagai sumber pelayanan sosial yang ada di masyarakat, mengakses berbagai bantuan bagi klien contohnya BPJS

5.    Outreach, pekerja sosial menjangkau atau mendatangi klien yang karena suatu sebab ia tidak dapat menjangkau pelayanan

6.    Konselor, memberi nasihat dan saran professional kepada klien dalam mengenai berbagai alternatif pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah

 

PEKSOS MEDIS? WHY NOT!

 

Ketika saya memahami bagaimana sesungguhnya berperan sebagai pekerja sosial, saya memiliki tekad untuk kembali melanjutkan kuliah dengan jalan yang sama. Suatu anugerah ketika saya dapat diterima sebagai mahasiswa di jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD dan melanjutkan perjuangan. Banyak hal-hal baru yang tidak saya dapatkan di SMK. Saya mengenal dunia peksos dengan lebih luas, dosen-dosen dengan berbagai pengetahuannya yang luar biasa ketika memahami tentang profesi dan keilmuan ini, saya temukan banyak literatur buku, dan beberapa asosiasi profesi yang kemudian semakin bermunculan seiring berjalannya waktu.

 

Berbagai mata kuliah seperti Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial, Komunikasi Pekerjaan Sosial, Human Behavior and Social Environtment, Teori Pekerjaan Sosial Mikro, Social Case Work, dan Social Group Work, dapat menjadi tumpuan dan bekal teori bagi calon pekerja sosial medis, dan saya semakin mantap untuk menggeluti profesi ini.

 

Sebagai seorang calon pekerja sosial, rumah sakit menjadi salah satu alternatif pilihan yang wajib dipertimbangkan ketikaakan melanjutkan S2 atau memilih karir. Di tengah berbagai profesi seperti dokter, perawat, psikolog, dan lain sebagainya kita sebagai pekerja sosial medis dapat membawa ciri khas tersendiri. Bukan hanya memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien tetapi juga membantu dan mendampingi sampai klien dapat kembali berfungsi sosial. Tahapan praktek pekerja sosial dari mulai assessment, plan of treatment, treatment, sampai dengan terminasi akan menjadi pekerjaan sehari-hari yang menjadi ciri khas dari profesi pekerja sosial dibandingkan dengan profesi lain.

 

Semakin jelaslah bahwa lapangan pekerjaan bagi profesi pekerja sosial sudah semakin luas. Pekerja sosial medis menjadi pilihannya. Pada setting ini, keahlian dan kemampuan yang kita miliki tidak kalah untuk bersaing dengan profesi lain bahkan menjadi ciri khas tersendiri ketika kita lebih memfokuskan pada keberfungsian sosial dan interaksi klien dengan lingkungannya.

 

Jadi, marilah kita semakin mengembangkan profesi pekerja sosial di Indonesia dengan modal cinta dan bangga pada profesi kita sendiri ..

 

Salam spirit,

Ajruni Wulandestie Arifin

 



[1]  Beberapa point dikutip dari peran pekerja sosial yang disebutkan oleh Edi Suharto dalam bukunya “Pembangunan, Kebijakan Sosial, dan Pekerjaan Sosial” (2008:245)

Selasa, 13 Juli 2021

Memperkenalkan Pekerja Sosial, Profesi Kemanusiaan

 


Penulis :
Ajruni Wulandestie Arifin, S.Kesos
Pekerja Sosial di Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta

 

Siapa yang tidak kenal @/Awkarin, salah satu influencer kenamaan Indonesia yang beberapa pekan lalu berhasil menarik perhatian penggemarnya. Penyebabnya tidak lain ketika dirinya mengumumkan akan non-aktif dari instagram beberapa waktu.

Alih-alih membuat isu fenomenal, Awkarin memutuskan untuk mengikuti kegiatan kerelawanan di Palu, Donggala. Bersama Sekolah Relawan, Awkarin menyalurkan paket bantuan bencana kepada korban gempa dan tsunami. 

Kegiatan amal dan kerelawanan dewasa ini menjadi animo yang menggugah nurani dan perhatian masyarakat. Animo tersebut hadir baik dalam bentuk perseorangan maupun komunitas.

Kelompok OSIS yang menjadi donatur ke panti-panti, mahasiswa yang turun ke masyarakat melakukan kegiatan pemberdayaan, munculnya berbagai platform penggalangan dana, hingga youtuber dan influencer yang memuat konten-konten berbagi. Semangat berbagi dan membantu sesama semakin marak dilakukan di tengah peliknya permasalahan sosial yang kompleks di masyarakat.

Di tengah maraknya kegiatan amal dan kerelawanan, belum banyak yang mengetahui keberadaan profesi pekerja sosial. Mengutip Zastrow (1982), pekerja sosial adalah aktivitas profesional untuk membantu individu, kelompok, atau komunitas guna meningkatkan atau memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya.

Singkatnya, pekerja sosial adalah profesi kemanusiaan. Bukan hanya sebagai bagian insidental, namun berkiprah dan mendedikasikan dirinya untuk membantu orang lain.

Kegiatan amal mulai berkembang di Indonesia sejak jaman Kolonialisme. Presiden Soekarno mengusung nilai gotong royong sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia.

Nilai-nilai yang tercipta dari berbagai kegiatan bermasyarakat seperti usaha menyediakan pendidikan bagi masyarakat, perbaikan-perbaikan kesehatan, perlindungan sosial, hingga perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia kemudian diorganisir hingga terbentuklah Kementerian Sosial pada tanggal 19 Agustus 1945. Lahirnya Kementerian Sosial menjadi cikal bakal hadirnya profesi pekerja sosial di Indonesia.

Melahirkan kegiatan amal menjadi sebuah profesi bukan hal yang mudah. Pasalnya, sebuah profesi dibangun berdasarkan pendidikan, keterampilan dan nilai-nilai. Berkembangnya permasalahan sosial yang kompleks perlu didukung oleh tenaga professional yang diberikan pemahaman dalam mengentaskan berbagai permasalahan yang terjadi.

Perlu komitmen mendalam dan jangka panjang untuk menyelesaikan permasalahan sosial hingga tuntas ke solusi. Tenaga profesional inilah yang diberikan pendidikan, pelatihan, serta diatur keterikatannya dalam kode etik profesi.

Namun kenyataan pahit bahwa di Indonesia profesi ini masih sering dibingungkan dengan volunterisme, para-profesional, maupun pegawai negeri. Kebingungan ini ditambah dengan seringnya orang disebut pekerja sosial sekalipun tidak memiliki pendidikan formal di bidang tersebut.

Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan Sosial Indonesia (Aspeksi) mencatat setidaknya ada 33 Kampus/Universitas se-Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan bagi profesi pekerja sosial. Kampus/Universitas tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke. Mahasiswa yang mendaftarkan dirinya ke jurusan / program studi ini akan mendapatkan pendidikan, keterampilan, dan nilai-nilai praktik pekerja sosial sehingga dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh individu, kelompok/komunitas, dan masyarakat. Untuk menjadi profesi pekerja sosial, seseorang wajib menempuh pendidikan D-IV Pekerjaan Sosial / S-1 Kesejahteraan Sosial.

Setidaknya, ada tiga tujuan utama dari praktik profesi pekerja sosial diantaranya untuk membantu seseorang agar mampu memenuhi kebutuhan dasar, mampu menjalankan peran sosial, serta menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk menciptakan keberfungsian sosial baik bagi individu, kelompok/komunitas, hingga masyarakat.

Saat ini, profesi pekerja sosial telah memiliki payung hukum sebagai dasar pelaksanaan pratik pekerja sosial yakni Undang-Undang No. 14 tahun 2012 tentang Pekerja Sosial. Hadirnya undang-undang ini menjawab keresahan bagi profesi pekerja sosial yang seringkali masih belum diakui keberadaanya, padahal profesi ini memiliki peran yang vital dalam mengentaskan permasalahan di Indonesia, khususnya penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Dengan hadirnya undang-undang ini, profesi pekerja sosial telah dianggap setara dengan profesi lainnya seperti Dokter, Psikiater, Psikolog maupun profesi lainnya. Bahkan, dalam beberapa bidang praktik seperti bidang medis dan bidang anak, pekerja sosial bekerja dengan lintas disiplin ilmu lainnya.

Salah satu hal menarik dialami oleh Wulan, ketika tahun 2017 bergabung menjadi Tim Transplantasi Organ dan Jaringan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengalamannya menjadi pekerja sosial medis membuat ia berkesempatan menyampaikan hasil asesmen sosialnya di hadapan para tenaga medis seperti dokter, perawat, ahli bedah, psikiater, dan tim mediko legal. Dari pengalamannya, hasil asesmen sosial yang ia buat berdasarkan manajemen kasus pekerja sosial yang dilakukannya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi tim medis dalam memahami kondisi sosial pasien.

Wulan, membantu kliennya untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapinya hingga kemudian mendapatkan alternatif pemecahan masalah. Pengalamannya membantu klien transplantasi hati, Wulan mengadvokasi kebutuhan orang tua pasien agar tidak kehilangan pekerjaan, menghubungkan klien dengan sistem sumber yang dapat membantu kebutuhan sehari-hari terutama susu medis yang mahal sekali harganya melalui platform penggalangan dana, hingga bekerjasama dengan profesi lainnya.

Diluar sana, banyak sekali pekerja sosial lain yang ketika Anda membaca artikel ini sedang berjuang dalam pekerjaannya. Bahkan, di situasi pandemi seperti saat ini pekerja sosial telah menerbitkan Panduan Praktik Pekerjaan Sosial dalam Pandemi Covid-19. Artinya peran pekerja sosial tidak terhenti walaupun di masa pandemi.

Melalui tulisan ini, diharapkan masyarakat yang membutuhkan bantuan dalam mengatasi permasalahanya dapat mulai mengakses profesi pekerja sosial karena keberadaannya saat ini telah semakin meluas dan familiar. Keberadaan profesi pekerja sosial bukan hanya di ranah pemerintahan, namun juga non-government sector dan praktik mandiri.

Masyarakat yang membutuhkan bantuan profesi pekerja sosial dapat mengaksesnya melalui website resmi Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) di www.ipspi.org atau melalui akun instagram @ipspi.official.

(07/21)