Kamis, 25 Oktober 2012

Tawuran Antar Pelajar


   
   A.    LATAR BELAKANG

Dewasa ini, tawuran semakin sering terjadi. Bahkan menjadi fenomena sosial yang dianggap biasa ketika dilakukan oleh seseorang yang menginjak usia remaja. Usia Remaja merupakan usia yang sangat rentan dalam hal perkembangan perilaku dan merupakan usia yang potensial bermasalah. Karena pada masa ini, remaja sedang mencari jati dirinya. Bahkan, sebagian besar perilakunya tumbuh berdasarkan faktor eksternal yang membentuknya. Seperti keluarga, teman sebaya, bahkan sekolah. Apa yang dilihatnya sehari-hari akan menjadi perilaku yang dilakukannya kemudian.
Dalam periode usia remaja ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satunya adalah  “tawuran”.
“Tawuran”, hal yang semakin sering terdengar akhir-akhir ini. Bahkan, seperti sudah kami sebutkan sebelumnya bahwa tawuran semakin sering terjadi di kota-kota besar. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam Hall & Lindzey, Psikologi kepribadian, 1993) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.
Permasalahan tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. Efek yang ditimbulkan tersebut diantaranya adalah pemerasan, penodongan, pembajakan angkutan umum hingga ke tindakan penculikan. Maka dari itu, tawuran saat ini tidak dapat dikatakan sebagai masalah biasa, karena dampak yang ditimbulkan menjadi sangat banyak dan bisa saja menimbulkan masalah sosial yang merugikan.

   B.    ANALISIS

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tawuran bisa terjadi. Diantaranya :
1.      Faktor Internal
-          Mudah dipengaruhi teman
-          Solidaritas Kelompok (Peer Group)
-          Nyali yang tinggi
-          Belum bisa mengontrol emosional
-          Menghilangkan rasa bosan / stress
-          Ingin menyatakan diri bahwa ia “sudah dewasa”
-          Kurang penghayatan terhadap agama
-          Agar diterima dalam suatu kelompok
-          Tidak berada dalam pengawasan diri dari orang tua
-          Kontrol diri sangat minim
-          Suka mencari sensasi dari hal-hal yang negative
       2.      Faktor Eksternal

a.      Keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
Usia remaja juga merupakan masa pencarian identitas diri. Ketika komunikasinya dengan orang tua tidak terjalin dengan baik, maka penghargaan anak terhadap orang tua pun menjadi berkurang. Akibatnya, apapun nasehat dari orang tua tidak didengarkan.
Selain itu, orang tua yang terlalu otoriter juga menjadi salah satu penyebab anak justru mencari kepuasan dirinya dengan melakukan hal-hal negative dan ia menjadi mudah terpengaruh oleh lingkungan yang justru mendukung perilaku nya.

b.      Lingkungan Pergaulan
Lingkungan teman sebaya (peer educator) juga sangat menentukan. Karena mayoritas waktu kita dihabiskan bersama dengan teman sebaya. Apalagi jika kita mendapat pengakuan lebih dari Peer Educator dibandingkan dengan keluarga.

c.       Sekolah
Suasana sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar juga akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Seringnya, guru malah lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan. Bahkan otoriter dan seringkali menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk yang berbeda-beda). Padahal seharusnya, sekolah menjadi tempat yang nyaman untuk siswa mendapatkan pendidikan. Selain itu, perilaku dari guru dan sistem yang ada di sekolah akan menjadi percontohan bagi murid dalam berperilaku.
Selain itu, pengawasan dari sekolah pun perlu lebih ditingkatkan. Pihak sekolah harus lebih peka terhadap isu-isu yang beredar di kalangan siswa sehingga dapat cepat ditindak. Pembelajaran tentang agama pun harus lebih ditingkatkan. Setidaknya pembelajaran bahwa konflik antar sekolah tidak harus diselesaikan dengan cara tawuran.

d.      Kebijakan Pemerintah
Adanya kebijakan dan pengambilan keputusan yang salah dari pemerintahan pusat kepada daerah. Hal tersebut sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kurikulum yang ditetapkan pemerintah juga turut serta dalam perwujudan konflik antar pelajar. Hal ini disebabkan karena para pelajar merasa terkekang dalam kurikulum yang telah mengeksploitasi waktu serta pikiran mereka. Walhasil, mereka akan melakukan upaya untuk terbebas dari aturan-aturan tersebut dengan melampiaskannya dalam konfrontasi fisik.

e.      Faktor Lingkungan
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional

f.        Alumni
Alumni juga merupakan salah satu faktor yang tidak bisa dilupakan sebagai faktor penyebab tawuran. Konflik antar pelajar remaja telah menjadi adat dari remaja itu sendiri. Hal ini menciptakan suatu nilai dalam remaja bahwa yang tidak ikut dalam tawuran adalah remaja yang pengecut. Atas dasar inilah, para remaja menjadi bersikap militan terhadap kelompoknya sekalipun mereka tidak mengetahui sebab konflik itu terjadi. Selain itu, ada beberapa siswa yang merasa tertekan dengan doktrin beberapa alumni yang mengatakan bahwa tawuran merupakan adat turun temurun dan diannggap sebagai angkatan yang cupu kalau tidak dilakukan lagi.

g.      Peraturan Perundang-Undangan
Perundang-undangan yang lemah juga dapat memicu timbulnya tawuran, karena mereka merasa aman ketika bersama-sama melakukan tindak kriminal. Tidak ada rasa takut lagi karena mereka fikir akan sangat panjang jika masalah tawuran ini dibawa ke jalur hukum. Dan mereka akan merasa terlindungi karena melakukan tawuran itu tidak sendiri-sendiri melainkan banyak orang yang terlibat.

   C.     Teori Yang Berkaitan dengan Tawuran
1.      Teori Belajar Sosial
Teori ini berasumsi bahwa tingkah laku manusia dapat dipelajari selama adanya interaksi dengan orang lain dan dengan lingkungan sosialnya. Dalam teori ini disebutkan bahwa ada proses biologis dan psikologis seseorang yang akan mempengaruhi emosi dan pikirannya. Teori belajar sosial memandang bahwa perilaku individu tidak semata - mata dilakukan karena adanya stimulus. Melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan ( imitation ) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Melalui pemberian reward and punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari interaksi antara manusia dengan lingkungan, dan sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri. Perilaku timbul karena adanya interaksi antara lingkungan dengan individu. Perilaku timbul bukan karena semata - mata refleks otomatis melainkan juga akibat reaksi yang timbul dari hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu. Apabila perilaku itu bersifat baik maka akan menimbulkan norma dan moral yang baik. Begitu juga sebaliknya.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa dalam tawuran ini ada pengaruh dari aspek eksternal. Pengaruh dari aspek eksternal ini yang akhirnya dijadikan individu sebagai sebuah pembelajaran bagi tumbuh kembang perilaku dan kognitif mereka. Ketika lingkungan memberikan input yang baik pada seorang individu, maka secara tidak langsung individu tersebut akan belajar hal-hal yang baik dari lingkungan. Sementara sebaliknya, bila individu mendapat pengaruh yang buruk dari lingkungan, individu juga akan belajar. Contoh kecilnya adalah keluarga. Ketika keluarga sering ribut atau sering terjadi KDRT, maka anak akan merasa bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya. Maka wajar jika anak-anak yang sudah biasa hidup di lingkungan yang penuh dengan kekerasan akan juga melakukan kekerasan seperti contohnya tawuran. Ia akan merasa bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dilakukan oleh seseorang.

2.      Teori Frustasi – Agresi
Teori Frustrasi-Agresi atau Hipotesis Frustrasi-Agresi (frustration-Aggression Hypothesi) berasumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, akan timbul dorongan agresif pada dirinya yang akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustrasi (Dollard dkk dalam Prabowo, 1998). Menurut formulasi ini, agresi bukan dorongan bawaan, tetapi karena frustrasi merupakan kondisi yang cukup universal, agresi tetap merupakan dorongan yang harus disalurkan.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, bahwa tindakan tawuran ini juga dipengaruhi oleh aspek Internal individu. Ketika individu merasa adanya tekanan dalam dirinya dan tidak ada penyaluran, maka tawuran lah yang menjadi salah satu penyaluran bagi perilaku seorang individu. Contohnya ketika seorang individu kalah dalam suatu pertandingan (ia mendapat hambatan ketika mencapai tujuannya), maka akan timbul dorongan agresif pada dirinya yang akan memotivasi perilakunya untuk melukai orang. Salah satu caranya ialah dengan tawuran.
Begitu juga ketika seorang individu merasa tertekan, tidak ada keluarga yang mengawasi dan melindunginya dengan baik, maka individu cenderung mengikuti apa yang teman sebayanya lakukan. Seperti ketika teman sebayanya mengajak untuk tawuran, maka kontrol diri dari individu tersebut akan lemah dan ia akan cenderung mudah dipengaruhi.

3.      Teori Ekologi
Strategi yang dipilih seseorang untuk stimulus mana yang diprioritaskan atau diabaikan pada suatu waktu tertentu akan menentukan reaksi positif atau negatif terhadap lingkungan. Berikutnya adalah teori Kualitas Lingkungan yang salah satunya meliputi kualitas fisik. Berbicara mengenai kualitas fisik, Rahardjani dan Ancok (dalam Prabowo, 1998) menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku yaitu: kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna. Menurut Ancok (dalam Prabowo, 1998), keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Sedangkan menurut Holahan (dalam Prabowo, 1998) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. (http://www.masbow.com/2008/05/tawuran-pelajar-ditinjau-dengan.html)
Tawuran dapat juga dipengaruhi oleh kualitas lingkungan. Misalnya ketika jarak sekolah yang terlalu berdekatan, sementara lingkungan sekitar tidak nyaman (contoh : bisingnya kendaraan bermotor, adanya terminal, orang berdesakan, dsb) sehingga menyebabkan emosi masing-masing individu lebih mudah terpancing. Selain itu, kualitas lingkungan yang nyaman dapat membuat pelajaran yang diterima di sekolah dengan mudah masuk dan diterima. Apalagi bila di sekitar lingkungan sekolah terdapat fasilitas belajar yang memadai. Misalnya dekat dengan perpustakaan, taman kota, atau tempat-tempat yang bisa dipakai untuk refreshing. Hal itu akan jauh berbeda dampaknya dibandingkan dengan sekolah yang dekat dengan terminal misalnya. Pulang dari sekolah, mereka nongkrong, merokok, dan dipaksa untuk melihat kekerasan sosial yang terjadi di sekitar sekolah mereka. Hal ini yang juga menyebabkan akhirnya perilaku dan mindset mereka terbentuk oleh lingkungan di sekitar sekolah.

   D.    SOLUSI
Dari uraian di atas, dapat kami simpulkan beberapa solusi untuk mengurangi konflik yang terjadi pada pelajar remaja.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menata ulang kurikulum pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan kultur budaya di Indonesia. Hal ini dapat membuat siswa menjadi nyaman dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Apabila siswa merasa nyaman, maka mereka tidak akan mencari kegiatan lain yang dapat mencelakakan diri dan orang lain serta cenderung untuk tidak melakukan penyimpangan. Kenyamanan juga dapat berpengaruh kepada rasa memiliki dan cinta almamater. Dampaknya, siswa akan memikir dua kali jika akan melakukan tawuran. Karena jelas mencoreng nama baik almamater dan pribadi
Selain itu diharapkan pihak sekolah selaku institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa. Pihak sekolah juga harus mampu membuat kegiatan yang dapat mengisi waktu luang para siswanya. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah kontrol dari lembaga inti yakni lembaga keluarga. Dalam sebuah keluarga hendaknya terdapat hubungan yang komunikatif sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam anggota keluarganya. Keluarga dan sekolah merupakan dua aspek penting yang dapat berpengaruh pada kontrol diri dari anak. Harus terjadi komunikasi yang baik antara keluarga – individu – sekolah sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan anak dari segi kognitif maupun perilaku agar anak tidak terlalu jauh terjerumus pada hal-hal negative yang didapatkannya di luar lingkup keluarga. Selain itu, perkuat juga undang-undang yang mengatur tentang tawuran berikut hukumannya.


Dipostkan oleh : Ajruni Wulandestie Arifin
Kamis, 25 Oktober 2012 pukul 20:54 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar