Selasa, 17 April 2012

TESOS - Max Weber

MAX WEBER DAN MASALAH RASIONALITASNYA ..


Dengan Weber, masalah-masalah motivasi individu dan arti subyektif menjadi penting. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menganalisa hubungan yang penting antara pola-pola motivasi subyektif dan pola-pola institusional yang besar dalam masyarakat. Weber memilih konsep rasionalitas sebagai titik pusat perhatianya yang utama; konsep ini sama pentingnya dengan konsep solidaritas untuk Durkheim, konflik kelas Marx, tahap-tahap perkembangan intelektual bagi Comte, dan mentalitas budaya untuk Sorokin. Weber melihat perkembangan masyarakat Barat yang modern sebagai suatu hal yang menyangkut peningkatan yang mantap dalam bentuk rasionalitas. Karena kriteria rasionalitas menjadi kerangka acuan maka masalah keunikan orientasi subyektif individu serta motivasinya sebagian dapat diatasi. Rasionalitas merupakan dasar logis dan obyektif untuk mendirikan suatu ilmu pengetahuan mengenai tindakan sosial serta institusi sosial.

I.            RIWAYAT HIDUP MARX WEBER

Max Weber lahir di Erfurt, Thuringia tahun 1864 tapi dibesarkan di Berlin. Keluarganya adalah Protestan, sangat termakan oleh kebudayaan borjuis. Ayahnya adalah seorang Hakim di Erfurt dan ketika di Berlin menjadi penasihat di pemerintahan kota serta menjadi anggota Prussian House of Deputies dan German Reichstag. Ayahnya juga terlibat dalam Partai Liberal Nasional sehingga nampaknya ia senang dengan kompromi politik dan kesenangan borjuis. Ibunya, Helen Fallenstein Weber, memiliki keyakinan agama yang besar, yang bertolak belakang dengan suaminya. Hal inilah yang merupakan elemen dalam konflik batin yang diderita Weber serta mengundang suatu analisa psikoanalistis seperti biografi yang ditulis oleh Mitzmann.
Pada usia 18 tahun, Weber mempelajari hukum di Universitas Heidelberg. Studinya di Heidelberg terganggu karena tugas militer di Strasbourg selama satu tahun dimana ia menjalin hubungan erat dengan pamannya, Hrman Baumgarten. Weber meneruskan studi akademisnya di Berlin dan mulai membantu pengadilan hukum disana. Tahun 1889 ia menyelesaikan tesis doktoralnya ("History of Commercial Societiees of the Middle Ages"). Lalu dia mengajar di Universitas Berlin dan sementara masih bekerja sebagai pengacara. Ia masih hidup dengan keluarganya sampai tahun 1893 saat dia menikahi Marianne Schnitzer.
1.   Gangguan dalam Karir Akademisnya
Weber membaktikan waktunya untuk menjadi profesor ekonomi di
Universitas Freiburg tahun 1894. Masalah keluarga membuat kondisi fisik dan psikologinya terganggu sampai dia dirawat di RS tahun 1899. Tahun 1918 Weber dapat memberikan kuliah selama satu semester di Universitas Wina. Tahun 1903 ia bergabung di Sombart untuk menerbitkan Archiv fuer Sozialwissenschaft und Sozialpolitik yang menjadi jurnal ilmu sosial terkenal di Jerman. Tahun 1904 ia menerbitkan bagian pertama bukunya yang berjudul Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Tahun 1910 ia mendirikan German Sociological Society. Lalu ia melanjutkan karya utamanya, Wirtschaft und Gesselschaft (Economy and Society). Weber meninggal dunia pada tanggal 14 Juni 1902 karena menderita penemoni.
2.   Iklim Sosial dan Politik
Iklim sosial dan politik di Jerman pada masa Weber, sebagian merupakan akibat dari kenyataan bahwa Revolusi Industri dan perubahan yang berhubungan dengan revolusi dalam ekonomi terjadi lebih kemudian di Jerman. Perkembangan industri dan kekuasaan ekonomi di barat Jerman melesat, sementara di timur masih didominasi oleh pola feudal tradisional dimana nilai gaya hidup aristokratik hidup.
Struktur sosial politik di Jerman ditandai oleh perpecahan antara struktur ekonomi dan struktur politik. Struktur ekonomi semakin dikuasai oleh sistem industri dan kaum borjuis, sedangkan nilai budaya dan politik didominasi oleh semifeodal yang tradisional dan konservatisme birokratis. Minat Weber dalam bidang politik menjadi moderat karena pendiriannya yang kuat pada obyektivitas intelektual. Ia memiliki kepercayaan akan suatu sistem politik yang demokratis yang merangsang munculnya pemimpin-pemimpin politik yang kuat. Meskipun Weber simpati terhadap masalah kelas pekerja di kota, perhatian utamanya adalah bahwa kelas pekerja itu harus terlibat dalam mendukung tujuan nasionalisme Jerman. Sosiologi Weber harus dimengerti dalam konteks latar belakang sosial-politik masyarakat Jerman.

II.          TINDAKAN INDIVIDU DAN ARTI SUBYEKTIF

Weber sangat tertarik pada masalah sosiologis yang luas mengenai struktur sosial dan kebudayaan, tapi dia melihat bahwa kenyataan sosial secara mendasar terdiri dari individu-individu dan tindakan-tindakan sosialnya yang berarti.
1.   Gambaran Weber tentang Kenyataan Sosial vs Durkheim
Durkheim melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang mengatasi individu, berada pada suatu tingkat yang bebas; Weber melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan sosial. Durkheim melihat masyarakat sebagai sesuatu yang riil, berada terlepas dari individu dan bekerja menurut prinsipnya yang khas. Teori itu membandingkan masyarakat dengan organism biologis dalam pengertian bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan lebih; Weber melihat kaum nominalis berpendirian bahwa hanya individulah yang riil secara obyektif, dan bahwa masyarakat hanyalah satu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu-individu. Perbedaan penting lainnya adalah mengenai proses-proses subyektif. Tujuan Weber untuk masuk ke segala sesuatu yang berhubungan dengan “kategori interaksi manusia”. Latar belakang intelektual di masa Weber menekankan pada idealisme dan historisisme.
2.   Menjelaskan Tindakan Sosial Melalui Pemahaman Subyektif
Aspek pemikiran Weber yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif). Hasil dari kegagalan teoretisi sosial adalah berupa suatu filsafat sosial atau interpretasi keliru mengenai perilaku manusia. Weber berpendirian bahwa sosiologi haruslah merupakan ilmu empirik, sosiologi harus menganalisa perilaku actual manusia individual. Weber mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah tidak pernah dapat merupakan suatu dasar untuk memberikan pertimbangan nilai. Weber mengakui bahwa nilai mempengaruhi karya ilmiah. Obyektivitas dan netralitas nilai masih diakui sebagai bagian dari warisan Weber untuk sosiologi masa kini.
3.   Analisa Tipe Ideal: dari Peristiwa Unik ke Proporsi Umum
Weber mengemukakan bahwa “suatu tipe ideal dibentuk dengan suatu penekanan yang berat sebelah mengenai satu pokok pandangan atau lebih atau dengan sintesa dari gejala-gejala individual kongkret, yang sangat tersebar, memiliki sifatnya sendiri yang kurang lebih ada dan kadang tidak ada, yang diatur menurut titik pandangan yang diberi tekanan secara berat kedalam suatu konstruk analistis yang terpadu”. Tipe ideal yang paling terkenal dari Weber adalah birokrasi. Dengan cara ini Weber dapat mempelajari satuan-satuan sosial yang lebih besar, yang didasarkan pada tindakan yang khas, dari individu yang khas, dalam situasi sosial yang khas pula.

III.        TIPE-TIPE TINDAKAN SOSIAL

Bagi Weber, konsep rasionalitas merupakan kunci bagi suatu analisa obyektif mengenai arti-arti subyektif dan juga merupakan dasar perbandingan mengenai jenis tindakan sosial yang berbeda. Rasionalitas dan peraturan yang biasa mengenai logika merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas dimana aspek subyektif perilaku dinilai secara obyektif. Tindakan rasional (menurut Weber) berhubungan dengan pertimbangan yang sadar pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan.
1.   Rasionalitas Instrumental (Zweckrationalitat )
Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat  yang dipergunakan. Tindakan ekonomi dalam sistem dasar merupakan bentuk dasar Rasionalitas Instrumental ini. Tipe tindakan ini juga  tercermin dalam organisasi birokratis.
2.   Rasionalitas yang Beriorientasi Nilai ( Wertrationalitat )
Yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar; tujuannya sudah ada dalam nilai individu yang bersifat absolute. Tindakan Religius merupakan bentuk dasar dari Rasionalitas ini.
3.   Tindakan Tradisional
Merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat nonrasional. Weber melihat
bahwa tipe tindakan ini sedang hilang, lenyap karena meningkatnya rasionalitas ini.
4.   Tindakan Afektif
Ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau
perencanaan yang sadar. Tindakan itu tidak rasional karena kurangnya pertimbangan logis, sosiologis, dsb.

Keempat tipe tindakan sosial ini merupakan tipe ideal. Weber mengakui bahwa tidak
banyak tindakan. Membuat pembeda anntara tipe tindakan ini penting untuk memahami pendekatan Weber terhadap organisasi sosial dan perubahan sosial. Tindakan sosial dapat dimengerti hanya menurut arti subyektif dan pola motivasional.

IV.         TINDAKAN SOSIAL DAN STRUKTUR SOSIAL

Meskipun tulisan Weber secara metodologis menekankan pentingnya arti subyektif dan pola motivasional, karya substansifnya meliputi suatu analisa structural dan fungsional. Struktur sosial dalam perspektif Weber didefinisikan dalam istilah yang bersifat probabilistic dan bukan sebagai suatu kenyataan empirik. Realitas akhir yang menjadi dasar satuan sosial yang lebih besar ini adalah tindakan sosial individu dengan arti subyektifnya.
1.   Stratifikasi: Ekonomi, Budaya dan Politik
Pengaturan orang secara hirarkis dalam suatu sistem stratifikasi sosial merupakan satu segi yang sangat mendasar dalam pandangan Weber mengenai Struktur Sosial. Weber juga mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar  yang fundamental untuk kelas. Baginya karakteristik kelas sosial yakni (1) sejumlah orang yang sama-sama memiliki komponen tertentu yang merupakan sumber dalam kesempatan hidup mereka (2) komponen ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan (3) hal itu terlihat dalam kondisi komoditi / pasar tenaga kerja.
Menurut Marx dan Weber, posisi kelas ditentukan oleh kriteria obyektif yang berhubungan d engan kesempatan hidup dalam dunia ekonomi. Selain posisi ekonomi dan kehormatan kelompok status, dasar lain untuk stratifikasi sosial adalah kekuasaan politik. Bagi Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak seseorang meskipun mendapat tantangan dari orang lain. Partai politik merupakan tipe organisasi di mana perjuangan untuk memperoleh dan menggunakan kekuasaan dinyatakan paling jelas di tingkat organisasi rasional. Struktur kekuasaan tidak harus setara dengan struktur otoritas (kemungkinan dimana seseorang akan ditaati atas dasar suatu kepercayaan akan legitimasi haknya untuk mempengaruhi). Pendekatan Multidimensional terhadap stratifikasi sosial menghasilkan perspektif baru yang mencakup inkonsistensi status. Implikasinya adalah selain keseluruhan posisi seseorang dalam stratifikasi itu penting begitupun dengan tingkat di mana posisi dalam sistem stratifikasinya itu sendiri.




 2.   Tipe Otoritas dan Bentuk Organisasi Sosial
Tindakan sosial individu membentuk bangunan dasar untuk struktur sosial yang lebih besar. Dalam The Theory of Social and Economic Organization, Weber meletakkan dasar ini dengan mengembangkan distingsi tipologis yang bergerak dari tingkatan hubungan sosial ke tingkatan keteraturan ekonomi dan sosial politik. Konsep legitimasi mendasari analisa Weber meengenai institusi ekonomi, politik, dan agama serta interpretasinya mengenai perubahan sosial. Weber mengidentifikasi tiga dasar legitimasi utama dalam membangun otoritas.
a.    Otoritas Tradisional
Tipe ini berlandaskan pada "suatu kepercayaan yang mapan terhadap kekudusan tradisi zaman dulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimilikinya". Weber membedakan tiga otoritas tradisional: gerontokrasi, patriarkalisme, dan patrimonialisme. Feodalisme adalah suatu sistem dominasi tradisional dimana berkurangnya otoritas patrimonial sudah berkembang sampai ke suatu titik dimana hubungan kaum militer atau administrative dikendalikan oleh kontrak dan tidak oleh pendudukan dari penguasa. Tipe ini berlawanan dengan sultanisme yang merupakan sistem patrimonialisme dimana kekuasaan dan otoritas penguasa yang leluasa sifatya itu adalah maksimal.
b.   Otoritas Karismatik
Otoritas ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki pemimpin itu sebagai seorang pribadi. Menurut Weber, karisma adalah suatu mutu tertentu yang terdapat dalam kepribadian seseorang yang karenanya dia terpisah dari orang biasa dan diperlakukan sebagai orang yang dianugerahi dengan kekuasaan atau mutu yang bersifat adiduniawi, luar biasa, atau sekurang-kurangnya merupakan kekecualian dalam hal tertentu. Kepemimpinan karismatik tidak diorientasikan kepada hal-hal rutin yang stabil dan langgeng. Gerakannya bersifat tidak stabil. Hal lainnya yang menuju rutinitas karisma meliputi kebutuhan untuk membereskan konflik, kebutuhan akan sumber dukungan ekonomi yang dapat dipercaya, kebutuhan untuk mengembangkan suatu dasar untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan penerimaan dan sosialisasi anggota baru.
c.    Otoritas Legal-Rasional
Otoritas ini didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara impersonal. Orang yang sedang melaksanakan otoritas legal-rasional adalah karena dia memiliki suatu posisi sosial (rasionalitas instrumental).
3.   Bentuk Organisasi Birokratis
Otoritas legal-rasional diwujudkan dalam organisasi birokratis. Analisa Weber mengenai birokratis berbeda dengan sikap yang memusatkan perhatiannya pada birokrasi yang tidak efisien, boros dan tidak rasional. Sebagian analisa Weber mengenai birokrasi mencakup karakteristik yang dilihatnya sebagai tipe ideal (ciri-ciri suatu gejala empirik). Organisasi ini efisien karena memiliki cara yang sistematis menghubungkan kepentingan individu dan tenaga pendorong dengan pelaksanaan fungsi organisasi. Selain itu karena adanya pemisahan yang tepat dan sistematis serta apa yang bersifat pribadi (emosi, perasaan, dan hubungan sosial pribadi)
4.   Tipe-Tipe Otoritas Campuran
Hubungan otoritas dalam keadaan riil cenderung mencerminkan tingkat-tingkat yang berbeda. Sehubungan dengan ini Etzioni mengembangkan suatu model dinamika organisasi yang mendiskusikan secara eksplisit manifestasi pengaruh karismatik yang terus-menerus dalam organisasi birokratis. Dia berpendapat bahwa salah satu tantangan organisasi birokratis adalah untuk memanfaaatkan pengaruh karismatik yang ada pada pegawai dalam organisasi itu. Studi psikologi sosial mengenai kepemimpinan, menerima perbedaan penting yang terdapat dalam mutu pribadi yang menyatakan pengaruhnya dalam suatu organisasi. Tekanan Weber sendiri dalam menggunakan konsep-konsep tipe ideal ini adalah untuk menunjukkan betapa otoritas legal-rasional itu berkembang dalam masyarakat modern, masyarakat industri kota dengan mengorbankan otoritas tradisional.

V.           ORIENTASI AGAMA, POLA MOTIVASI, DAN RASIONALISASI
Pertumbuhan organisasi birokratis tidak hanya mencerminkan keruntuhan beberapa
bagian dalam tradisi dan munculnya suatu pendekatan yang semakin sistematis dan rasional. Kecenderungan yang sama terhadap rasionalisasi uga dirangsang oleh perkembangan Protestantisme. Analisa Weber mengenai Etika Protestan mencerminkan dan memperbesar kecenderungan bertambahnya rasionalitas, dan yang lebih penting memperlihatkan peran di mana ide agama berperan dalam meningkatkan perubahan sosial. Dengan tulisan ini Weber bermaksud memperbaiki interpretasi materialis yang berat sebelah dalam pandangan Marx mengenai sejarah khususnya mengenai sistem kapitalis.
1.   Weber dan Marx Mengenai Pengaruh Ide Agama
Menurut Marx, perjuangan kelas merupakan kunci untuk mengerti perubahan sejarah serta transisi dari suatu tipe ke tipe struktur sosial lainnya. Perubahan revolusioner pun menuntut supaya ilusi dan institusi agama dihancurkan. Weber mengakui pentingnya kondisi materil dan posisi kelas ekonomi dalam mempengaruhi kepercayaan, nilai, dan perilaku manusia. Sebenarnya, Weber memperluas perspektif Marx tentang stratifikasi. Weber menekankan bahwa orang mempunyai kepentingan ideal dan juga materil. Weber merasa perlu mengakui pengaruh timbal-balik antara kepentingan ideal dan kepentingan materil dan menentukan secara empiris dalam kasus individu, apakah kepentingan materil atau ideal yang lebih dominan.
2.   Kepercayaan Protestan dan Perkembangan Kapitalisme
Analisa Weber dalam bukunya The Protestantt Ethic and the Spirit of
Capitalism harus dilihat dalam konteks keseluruhan usahanya untuk memperlihatkan pengaruh ide yang bersifat independen dalam perubahan sejarah. Untuk mengatakan bahwa ada elective affinity antara etika Protestan dan semangat kapitalisme, berarti bahwa jenis motivasi yang timbul karena kepercayaan dan tuntutan etis Protestantisme membantu merangsang jenis perilaku yang dibutuhkan atas lahirnya Kapitalisme borjuis modern. Baik Protestantisme maupun kapitalisme menyangkut pandangan hidup yang rasional dan sistematis. Etika Protestan merangsang atau mendorong kapitalisme. Faktor lainnya adalah kondisi materil dan kepentingan ekonomi. Pengaruh Protestantisme pada kapitalisme tidak melekat selamanya. Weber mengakui bahwa sesudah kapitalisme berdiri, ia menjadi otonom dan berdikari, dan dia mencatat bahwa dukungan agama tidak lagi ada dimasa Benjamin Franklin.
Ini berarti bahwa kritik yang menekankan sifat kapitalisme masa kini yang murni sekuler itu dimana motivasi yang harus ada untuk mempertahankan sifat materialistik, atau yang memperlihatkan bahwa agama Protestan dan Katolik tidak memperlihatkan perbedaan dalam aspirasi dan prestasi benar-benar merupakan tanggapan yang salah dari Weber. Hubungan jangka panjang antara Protestantisme dan kapitalisme dilihat sebagai sesuatu yang bersifat dialektik, dimana Protestantisme membantu pertumbuhan kapitalisme di masa awalnya, tapi akhirnya dirusak dan diganggu oleh pengaruh kapitalisme yang sudah sekuler.
3.   Etika Protestantisme sebagai Protes terhadap Katolisisme
Bagi Weber, etika Protestan memperlihatkan suatu orientasi agama yang
bersifat asketik dalam dunia (inner-worldly). Asketisme dalam dunia menunjuk pada komitmen untuk menolak kesempatan dan menuruti keinginan fisik untuk mengejar suatu tujuan spiritual; tujuan ini harus dicapai melalui komitmen yang sistematis. Menurut Weber, kegiatan ekonomi merupakan bentuk yang paling tinggi dimana kegiatan moral individu dapat terlaksana. Protestantisme membantu meningkatkan kapitalisme dengan meenyucikan kegiatan ekonomi sebagai sesuatu yang mempunyai arti religious di dalam suatu abad dimana motivasi individu yang sangat religius.  Pembedaan ini secara bertahan diterima dan diresmikan, dan akibatnya adalah terbukanya kemungkinan baru untuk akumulasi modal dan membiayai usaha raksasa melalui kreditm semuanya dalam etika Protestan.
4.   Etika Protestan dan Proses Sekularisasi
Yang ditekankan Weber adalah bahwa ide-ide tertentu dalam Protestantisme
memperlihatkan suatu perubahan dari tradisionalisme ke suatu orientasi yang lebih rasional. Ide-ide Weber mengenai pengaruh etika Protestan tidak didasarkan pada analisa sejarah yang sistematis. Tujuannya bukan untuk menelusuri perkembangan sejarah Protestantisme. Sebaliknya, dia bergerak di antara pelbagai cabang Protestantisme di pelbagai periode dalam sejarah Protestan. Aliran utama dalam Protestantisme dimana ia mengambil prinsip utama mengenai etika Protestan yang mencakup Luther, Kalvinisme, Pietisme, Puritanisme, Metodisme, dam sekte Baptis. Meskipun tekanan utama aliran ini berbeda, untuk tujuan kita pusat perhatiannya adalah pada masal etis yang sama.


5.   Protestantisme Dibandingkan dengan Agama-Agama Dunia Lainnya
Kasus etika Protestan menggambarkan tekanan Weber yang utama dalam teorinya yang berhubungan dengan peran yang independen dimana ide-ide agama dapat memainkan peran dalam menggalakkan perubahan sosial. Karya Weber mengenai agama besar di dunia sangatlah bernilai. Dia menganalisa agama sebagai suatu dasar utama bagi pembentukan kelompok status dan pelbagai tipe struktur kepemimpinan dalam agama itu. Dia menerima saling ketergantungan timbal-balik antara kepercayaan agama dan motivasi di satu pihak, dan gaya hidup serta kepentingan materil di pihak lainnya. Betapa kritik literature kelihatannya salah menginterpretasi apa yang sesungguhnya Weber maksudkan. Orientasi membantu melegitimasi kegiatan ekonomi kaum kapitalis di masa awal, namun Weber tidak pernah mengemukakan bahwa kelanjutan dari suatu sistem kapitalis yang sudah mantap akan membutuhkan legitimasi agama terus-menerus. Seperti kita lihat di depan, kapitalisme  menjadi berdikari; tambahan pula konsumsi kapitalis sebenarnya membantu kerusakan orientasi agama yang bersifat asketis dalam Protestantisme.
6.   Etika Kerja Masyarakat Modern
Isu etika kerja merupakan isu dasar dalam sosiologi masa kini. Weber
berspekulasi bahwa dia tidak melihat suatu kemungkinan yang jelas bagi dominasi organisasi birokratis yang terus menerus membesar. Rasionalitas dan efisiensi yang terus meningkat dapat kita lihat dalam motivasional dan organisasional. Dalam memenuhi tuntutan pekerjaan rutin yang sangat tinggi spesialisasinya, sistematis, dan dapat diperhitungkan dalam organisasi yang dikontrol secara impersonal, orang harus mengorbankan spontanitasnya, hubungan personalnya, kesempatan untuk mengungkapkan emosi, dan kemampuan untuk menjadi manusia yang utuh. Weber melihat masa depan dengan mata yang suram dalam melihat biaya psikologis yang mengertikan dari etika kerja sekuler yang memaksa yang disalurkan ke dalam peran birokratis yang sempit sehingga etika kerja itu kehilangan dayanya.

Dipostkan oleh : Ajruni Wulandestie Arifin . Selasa, 17 April 2012 pukul 6:28 WIB .

Referensi
 
Johnson, Doyle P. 1986. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Diterjemahkan Oleh : Robert M.Z. Lawang. Jilid 1. Bab VI p. 207. Jakarta-Indonesia : PT Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar