Selasa, 17 April 2012

TESOS - Emile Durkheim

EMILE DURKHEIM ..
Mendirikan Sosiologi Sebagai Satu Ilmu Tentang Integrasi Sosial ..



Dari titik tolak yang praktis, penting untuk mengetahui sedikit tentang bagaimana memotivasi agar suatu kelompok terlibat dalam kegiatan kelompok itu, bagaimana meningkatkan moralnya, dan mengatasi konflik. Tetapi hal-hal ini hanyalah sebagian dari suatu masalah yang lebih besar dan lebih umum yang sudah lama dianggap penting oleh para ahli ilmu sosial. Ini merupakan masalah integrasi sosial dan solidaritas yang dilihat bukan hanya dalam hubungannya dengan kelompok atau organisasi tertentu, melainkan juga dalam hubungannya dengan masyaraka secara keseluruhan. Bagi beberapa ahli Sosiologi, masalah sentral dalam analisa sosiologi adalah menjelaskan keteraturan sosial yang mendasar yang berhubungan dengan proses-proses sosial yang meningkatkan integrasi dan solidaritas. Inilah masalah utama bagi Durkheim, dan juga salah satu masalah pokok dalam perspektif fungsional masa kini, khususnya yang diwakili oleh Parsons dan pengikutnya.
          Istilah ‘keteraturan sosial’ disini menunjuk pada sumber-sumber dukungan yang mendasar terhadap pola-pola institusi yang dominan dalam masyarakat yang meliputi sistem nilai masyarakat yang dimiliki, ide-ide moralitasnya, kepercayaan bersama yang melegitimasi atau mendukung pola institusi pokok dan memberikan arah serta arti bagi individu yang berpartisipasi dalam masyarakat. Meskipun masyarakat yang hidup mungkin tidak pernah memperlihatkan keadaan anarki alamiah seperti yang dikemukakakan Hobbes, masyarakat itu berbeda dalam tingkat integrasi sosial atau kuatnya keteraturan sosial. Gejala seperti alienasi yang meluas, sinisme yang meningkat, standar moralitas pribadi yang berubah cepat (pola pekerjaan, seks, dan keluarga) dan banyak lagi suara pelbagai kelompok yang mengejar kepentingan ekonominya menunjukkan bahwa keadaan keteraturan sosial terancam oleh pelbagai bentuk disintegrasi.
          Solidaritas sosial dan integrasi merupakan permasalahan substansif yang diperhatikan Durkheim dalam karya utamanya. Durkheim juga mengemukakan bahwa analisanya harus didasarkan pada data empiris dan data ini harus mengenai masyarakat atau struktur sosial itu sendiri bukan data individual. Ini penting untuk mendirikan sosiologi sebagai ilmu yang mempunyai data emppirik yang terpisah dan terlepas dari psikologi. Pusat perhatian Durkheim adalah pada tingkat struktur sosial meskipun banyak juga idenya yang berhubungan dengan budaya dan individu. Namun perhatian Durkheim pada solidaritas sosial dan integrasi sangat bertentangan dengan tekanan Marx terhadap kontradiksi dialektik dan konflik kelas.
          Tidak seperti Marx, Durkheim menjadi seorang akademisi yang sangat mapan dan sangat berpengaruh bahkan melembagakan sosiologi sebagai suatu disiplin ilmu yang sah. Pengaruh Durkheim pada perkembangan sosiologi di Amerika sangat besar baik dalam metodologi maupun teori. Pendiriannya mengenai kenyataan gejala sosial yang berbeda dari gejala individu, analisanya mengenai tipe struktur sosial yang berbeda dan mengenai dasar solidaritas serta integrasinya yang berbeda-beda, perhatiannya untuk menelusuri fungsi sosial dari gejala sosial yang terlepas dari maksud / motivasi yang sadar dari individu, pemecahan sosiologisnya mengenai gejala penyimpangan, bunuh diri dan individualisme – dalam semua bidang ini Durkheim memberikan sumbangan penting terhadap perkembangan perspektif sosiologi modern. Pengaruhnya juga sangat mencolok dalam aliran fungsionalisme sosiologi modern.

I.            RIWAYAT HIDUP DURKHEIM

Emile Durkheim lahir tahun 1858 di Epinal, suatu perkampungan kecil orang Yahudi di bagian timur Prancis yang agak terpencil dari masyarakat luas. Ayah Durkheim adalah seorang rabi, seperti kakeknya juga; dan kalau Durkheim sudah mengikuti kebiasaan tradisional, dia juga sudah menjadi seorang rabi. Untuk sementara ia masuk Katolik. Ia meninggalkan Katolisisme dan menjadi agnostik (tidak mau tahu tentang agama). Mungkin sebagian dari perhatiannya terhadap solidaritas dan integrasi bertumbuh dari kesadarannya bahwa berkurangnya pengaruh agama tradisional merusakkan salah satu dukungan tradisional yang utama untuk standar moral bersama yang membantu mempersatukan masyarakat di masa lampau.
          Pada usia 21, Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure. Dia datang ke Paris untuk bisa masuk sekolah Lycee Louis-le-Grand. Durkheim menunjukkan keseriusannya sebagai mahasiswa dan tekanan yang dominan adalah pada sastra klasik, termasuk bahasa Yunani dan Latin. Dua professor di Ecole Nomale Durkheim mendapat pengaruh, seperti dari de Coulanges seorang ahli sejarah, ia mempelajari nilai ilmiah yang kuat, juga tekanan pada consensus intelektual dan agama sebagai dasar solidaritas sosial. Dari Boutroux, seorang ahli filsafat ia mempelajari pentingnya mengakui bahwa ada tingkatan kenyataan yang berbeda dan lebih tinggi. Seperti yang dikembangkan oleh Durkheim bahwa ada satu argument melawan reduksionisme psikologis (ide bahwa gejala sosial dapat dijelaskan dengan cukup baik menurut prinsip psikologi pada tingkatan individu).
          Setelah menamatkan pendidikan, ia mengajar dalam SMA (lycees) di Paris. Di Jerman, ia diperkenalkan Laboratorium Psikologi oleh Wilhelm Wundt seorang ahli psikologi eksperimental. Ia diperkenalkan dengan ide mengenai pembeda antara Gemeinschaft dan Gesellschaft yang sekarang terkenal dalam buku Tonnies (direvisi Durkheim). Durkheim bertekad untuk menekankan pengajaran praktis ilmiah serta moral daripada pendekatan filsafat tradisional yang menurutnya tidak relevan terhadap masalah sosial dam moral. Pendirian ideologis Durkheim secara pribadi bersifat liberal. Namun dalam prakteknya ia membela hak-hak individu melawan pernyataan yang tidak adil yang dibuat atas nama masyarakat.
1.   Melembagakan Sosiologi sebagai Satu Disiplin Akademis
Tahun 1887 ketika berumur 29 tahun, pemberian kuliahnya dan beberapa artikel membuat ia menjadi seorang ahli ilmu sosial yang terpandang. Untuk ini ia diangkat di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu sosial di Universitas Bordeaux. Kebutuhan untuk mengajar kursus pendidikan memungkinkan Durkheim mengembangkan perspektif sosiologinya mengenai kepribadian manusia yang dibentuk oleh masyarakat melalui wakilnya dalam sistem pendidikan. Tahun 1896 Durkheim diangkat menjadi professor peenuh dalam ilmu sosial. Dua tahun kemudian, ia mendirikan L’Anee Sociologique, jurnal ilmiah pertama untuk sosiologi. Penerbitan jurnal ini terhenti karena Perang Dunia I. tahun 1899 ia ditarik ke Sorbonne. 1906 ia dipromosikan sebagai professor penuh dalam pendidikan. Tahun 1913 kedudukannya dirubah ke ilmu pendidikan dan sosiologi. Akhirnya Sosiologi secara resmi didirikan dalam lembaga pendidikan. Pada tahun 1915, Andre (putranya) meninggal dunia. Dan pada tahun 1917 di usia 59 tahun ia meninggal dunia setelah menerima penghormatan untuk karirnya yang produktif dan bermakna serta setelah dia mendirikan sosiologi ilmiah.
2.   Pengaruh Sosial dan Intelektual terhadap Durkheim
Pengaruh Durkheim sepanjang hidupnya terhadap solidaritas dan integrasi
sosial muncul karena keadaan keteraturan sosial yang goyah. Singkatnya akibat yang berkepanjangan dari Revolusi Prancis yang meliputi ketegangan yang terus menerus dan konflik-konflik yang berlangsung hampir sepanjang abad 19. Saat itu Durkheim lebih tertarik untuk memahami dasar-dasar munculnya keterarturan sosial, dan ia bertekad untuk mendorong perubahan pendidikan yang akan menanamkan rasa kuat akan moralitas umum dan solidaritas. Durkheim mengakui Comte sebagai pendiri disiplin sosiologi dan juga sependapat tentang masyarakat yang bersifat organis.


3.   Pertentangan dengan Individualime Spencer
Durkheim mempertegas pendekatan sosiologinya yang khusus itu sebagai sesuatu yang bertentangan dengan perspektif Herbert Spencer yang bersifat individualistis. Spencer adalah seorang ahli teori sosial dari Inggris yang sangat berpengaruh di sana selama abad ke-19 dan kemudian di Amerika karena ide-idenya mengenai evolusi dan kemajuan sosial. Spencer juga tertarik pada perkembangan evolusi jangka panjang dari masyarakat-masyarakat modern. Namun pandangannya mengenai masyarakat yang bersifat organis itu berrbeda dalam beberapa hal penting dan juga bertentangan dalam hal asumsi pendekatan.
Model evolusi sosial Spencer tentang kompleksitas sosial yang semakin meningkat melalui peningkatan pembagian kerja hampir sama dengan analisa Durkheim. Spencer kurang tegas dibanding Durkheim dalam mengidentifikasi mekanisme pembagian kerja. Perbedaan yang penting antara Spencer & Comte dan Durkheim adalah gambaran Spencer mengenai kenyataan sosial yang bersifat individualistis.
Pandangan Spencer mengenai peranan yang tepat dari pemerintah berbeda dengan gagasan Comte dan Durkheim. Juga gambarannya yang bersifat individualistik tentang kenyataan sosial. Mengenai pertanyaan bagaimana masyarakat itu dibentuk, kritikan Durkheim terhadap Spencer dan teori-teori individualistik lainnya adalah bahwa mereka tidak menjelaskan ikatan sosial primordial atau konsensus moral atas dasar dimana persetujuan kontraktual antar individu itu penting. Spencer melihat masyarakat dibentuk oleh individu-individu, sedangkan Durkheim melihat individu dibentuk oleh masyarakat. Tekanan pada pentingnya tingkatan sosial merupakan satu dasar teori Durkheim.

II.          KENYATAAN FAKTA SOSIAL

Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim
terhadap sosiologi adalah bahwa gejala sosial itu riil dan mempengaruhi kesadaran individu serta perilakunya yang berbeda dari karakteristik psikologis, biologis, atau yang riil, gejala tersebut dapat dipelajari dalam metode empirirk. Pandangan ini mengabaikan consensus normative dan sumber-sumber sosial dari mana individu mendefiniskan kepentingan pribadinya itu. Durkheim membawa kita ke persoalan mengenai macam struktur sosial yang memperbesar jangkauan pilihan yang dapat dibuat oleh individu.
1.   Fakta Sosial Lawan Fakta Individu
Pertanyaan lain yang muncul dari tekanan Durkheim pada kenyataan gejala
sosial yang obyektif menyangkut sifat dasar kenyataan itu. Dia bertahan pada pendiriannya bahwa fakta sosial itu tidak dapat direduksikan ke fakta individu, melainkan memiliki eksistensi yang independen pada tingkat sosial. Meskipun karakteristik kelompok mungkin lebh daripada jumlah individu yang meliputi kelompok itu, kelompok tidak dapat secara terpisah dari anggota-anggota individualnya. Namun dalam masa Durkheim hidup dibawah pengaruh positivism, ilmu dilihat sebagai sesuatu yang berhubungan dengan gejala yang “riil” (factual). Tanpa obyektif riil sebagai pokok permasalahannya, suatu ilmu tentang masyarakat tidaklah mungkin. Hal ini meembuat Durkheim berulang kali mengemukakan khususnya dalam karir awalnya (The Rules of Sociological Method ) bahwa gejala sosial itu adalah benda. Artinya, gejala sosial adalah riil secara obyektif, dengan satu eksistensi yang terlepas dari gejala biologis atau psikologis individu.
2.   Karakteristik Fakta Sosial
Durkheim mengemukakan dengan tegas tiga katakteristik yang berbeda. Pertama, gejala sosial bersifat eksternal terhadao individu. Kedua, bahwa fakta sosial itu memaksa individu. Jelas bahwa Durkheim dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong atau dipengaruhi. Ketiga, bahwa fakta itu bersifat umum / tersebar secara meluas dalam suatu masyarakat. Bagi Durkheim, pentingnya angka sosial itu adalah bahwa mereka merupakan indikasi dari satu kenyataan kolektif yang lebih besar yang tunduk dan menjelaskan pelbagai angka itu. Fakta sosial meliputi gejala seperti norma, ideal moral, kepercayaan, kebiasaan, pola berpikir, perasaan, dan pendapat umum.
3.   Strategi Untuk Menjelaskan Fakta Sosial
Sesudah menemukan sifat fakta sosial, Durkheim menjelaskan dalam bukunya The Rules of Sociological Method tentang bagaimana orang mengembangkan sosiologi sebagai data empiris. Karya ini pantas sebagai karya klasik dalam memberikan dasar-dasar metodologi dalam sosiologi. Salah satu prinsip metodologi dasar yang ditekankan Durkheim adalah bahwa fakta sosial harus menjelaskan hubungannya dengan fakta sosial lainnya. Prinsip yang kedua adalah bahwa asal usul suatu gejala sosial dan fungsi-fungsinya merupakan dua masalah yang terpisah. Prinsip lainnya adalah bahwa penjelasan tentang fakta sosial harus dicari didalam fakta sosial lainnya.

III.        SOLIDARITAS DAN TIPE STRUKTUR SOSIAL

Dalam satu atau lain bentuk, solidaritas sosial membawahi semua karya
utamanya. Singkatnya, solidaritas menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh perasaan emosional bersama. Bab ini seterusnya akan menyajikan analisa Durkheim terhadap solidaritas menurut : (1) Perbedaan-perbedaan dalam tipe solidaritas yang dinyatakan dalam tipe struktur sosial yang berbeda. (2) ancaman terhadap solidaritas dan tanggapan masyarakat tentang analisa ini (3) munculnya dan penegasan solidaritas lewat ritus agama.
1.   Solidaritas Mekanik dan Organik
Sumber utama bagi analisa Durkheim mengenai tipe-tipe yang berbeda dalam solidaritas dan sumber struktur sosialnya diperoleh dari bukunya The Division of Labor in Society. Tujuan dari karya klasik ini adalah untuk menganalisa pengaruh kompleksitas dan spesialisasi pembagian kerja dalam struktur sosial dan perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bentuk pokok solidaritas sosial. Durkheim menggunakan istilah solidaritas mekanik dan organik untuk menganalisa masyarakat keseluruhannya, bukan organisasi dalam masyarakatnya. Bagi Durkheim, indikator paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkuo dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat menekan (repressive ). Hukum-hukum ini mendefinisikan setiap perilaku sebagai sesuatu yang jahat. Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas itu didasarkan keada suatu tingkat homogenitas yang tinggi pada kepercayaan, sentimen, dsb. Sementara solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar.
2.   Kesadaran Kolektif dalam Masyarakat Organik
Kesadaran kolektif memberikan dasar-dasar moral yang tidak bersifat kontraktual yang mendasari hubungan kontraktual. Durkheim menekankan pentingnya kesadaran kolektif bersama yang mungkin ada dalam pelbagai kelompok pekerjan dan profesi. Keserupaa dalam kegiatan dan kepentingan pekerjaan memperlihatkan suatu homogenitas internal yang memungkinkan berkembangnya kebiasaan, kepercayaan, perasaan, dan prinsip moral atau kode etik bersama.
3.   Evolusi Sosial
Dalam analisa Durkheim mengenai solidaritas mekanik lawan
solidaritas organik terkandung satu model perubahan sosial yang umum. Durkheim mengambil kompleksitas dan spesialisasi yang semakin meningkat dalam pembagian kerja. Durkheim melihat masyarakat industri kota yang modern sebagai suatu perwujudan yang paling penuh dari solidaritas organik. Mengapa pembagian kerja bertambah? Jawaban Durkheim berpusat pada perubahan demografik serta akibatnya pada frekuensi interaksi antara manusia dan pada perjuangan kompetitif untuk mempertahankan hidup.

IV.         ANCAMAN TERHADAP SOLIDARITAS

Dalam suatu masyarakat yang didasarkan pada solidaritas mekanik, solidaritas sosial sosia terancm oleh kemungkinan perpecahan kelompok-kelompok kecil yang secara fungsional bersifat otonom dan oleh jenis perilaku menyimpang apa saja yang merusak kesadaran kolektif yang kuat. Peralihan dari solidaritas mekanik ke organik tidak selalu merupakan proses yang lancar dan penuh keseimbangan tanpa ketegangan-ketegangan. Karena ikatan sosial primodial yang lama dalam bidang agama, kekerabatan, dan omunikasi dirusak oleh meningkatnya pembagian kerja, mugkin ada ikatan-ikaan lainnya yang tidak berhasil menggantiannya. Akinatnya masyarakat menjadi terpecah dimana individu terputus ikatan-ikatan sosialnya, dan dimana kelompok-kelompok yang menjadi perantara individu dengan masyarakat luas tidak berkembang dengan baik.
1.   Sumber-Sumber Ketegangan dalam Masyarakat Organik yang Kompleks
Satu ancaman yang lebih penting lagi terhadap solidaritas organik, berkembang ari heterogenitas dan individualitas yang semakin besar yang berhubungan dengan pembagian kerja yang tinggi. Dengan heterogenitas yang tinggi, ikatan bersama yang mempersatukan berbagai anggota masyarakat menjadi kendor. Individu mula mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang lebih terbatas yang terdapat dalam masyarakat itu, seperti kelompok pekerjaan. Solidaritas dalam kelompok-kelompok kecil separti itu tentu saja bersifat mekanik. Kalau solidaritas dengan tingkat ini digabungkan dengan melemahnya identifikasi dengan masyarakat yang lebih luas, maka kemungkinan konflik itu ada, karena kelompok khusus itu mengejar kepentingannya sendiri dengan merugukan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Alasan yang terdapat dalam hukuman bagi perilaku yang menyimpang yang mengancam solidaritas organik berbeda dengan alasan untuk menghukumpenyimpangan yang mengancam solidaritas mekanik. Pada umumnya hukuman terhadap orang yang menyimpang dalam suatu masyarakat organik cenderung lebih bersifat rasional dan disesuaikan dengan besarnya pelanggaran itu. Solidaritas organik dapat jaga rusak karena tekanan yang terlampau berlebih-lebihan terhadap individualisme.
2.   Integrasi Sosial dan Angka Bunuh Diri
Manifestasi utama yang dianalisis Durkheim secara intensif adalah perubahan dalam angka bunuh diri. Proporsi dasar yang digunakan dalam Suicide (penelitian klasik Durkheim) adalah bahwa angka bunuh diri berbeda-beda menurut tingkat integrasi sosial. Durkheim mengidentifikasikan tiga tipe bunuh diri, yaitu: egoistik, anomik, dan altruistik. Untuk kedua tipe yang pertama itu, angka bunuh diri berbeda-beda menurut tingkat integrasi sosial, artinya semakin rendah integrasi, semakin tiggi angka bunuh dir. Bunuh diri egoistik merupakn hasil dari suatu tekanan yang berlebih-lebihan pada individualisme atau kurangnya ikatan sosial yang cukup dengan kelompok sosial. Bunuh diri egoistik dapat disebabkan oleh tekanan budaya pada individualisme maupun oleh kurangnya ikatan pribadi oleh kelompok primer.
Bunuh diri anomik muncul dari tidak adanya pengaturan bagi tujuan dan aspirasi individu. Kalau bunuh diri egoistik mencerminkan memudarnya integrasi sosial, maka bnuh diri altruistik merupakan hasil dari suatu tingkatan integrasi sosial yang terlampau kuat. Tingkat integrasi yang tinggi itu menekankan individualitas ke titik dimana individu dipandang tidak pantas atau tidak penting dalam kedudukannya sendiri. Bunuh diri altruistik dapat disebabkan oleh dua sebab, yaitu (1) norma-norma kelompok mungkin penuntut pengorbanan kehidupan individu, (2) norma-norma kelompok itu menuntut pelaksanaan tugas-tugas yang begitu barat untuk dapat  dicapai sehingga individu itu mengalami kegagalan walaupun mereka sudah mereka sudah menunjukan usaha yang paling optimal.
3.   Kemunculan dan Dukungan terhadap Solidaritas
Perhatian Durkheim terhadap landasan-landasan moral masyarakat merangsang perkembangan perspektif sosiologi klasiknya pada fungsi agama yang bersifat sosial. Abalisanya mengenai hubungan timbal balik yang erat antara agama dan masyarakat dapat dikembangkan panjang lebar dalam The Elementary Forms of The Religious Life. Corak utama dari agama apa saja dalam pandangan Durkheim adalah berhubungan dengan suatu dunia yang suci. Durkheim memperbaiki dan menolak beberapa teori yang berlaku yang menjelaskan kepercayaan-kepercayaan akan suatu dunia yang suci sebagai khayalan belaka atau ilusi yang diperlukan oleh orang-orang dalam suatu abad prailmiah untuk menjelaskan gejala-gejala alam. Dia selanjutnya memperliatkan bahwa hubungan dengan kekuasaan ilahi yang bersifat supranatural yang dirasakan orang sama dengan hubungan mereka dengan masyarakat.
4.   Hubungan antara Orientasi Agama dan Struktur Sosial
Pengalaman agama dan ide tentang yang suci adalah kehidupan kolektif, kepercayaan dan ritus agama juga memperkuat ikatan sosial dimana kehidupan kolektif itu bersandar. Dengan kata lain hubungan antara agama dan masyarakat memperlihatkan saling keterangan yang sangat erat. Pada intinya menurut Durkheim kepercayaan totemik memperlihatkan kenyataan masyarakat itu sendiri dalam bentuk simbolis. Hubungan antara ritus agama dan kepercayaan dan kehidupan kolektif tetap ada.


5.   Agama dalam Masyarakat Modern
Durkheim mengakui bahwa bentuk-bentuk agama tradisional dimasa hidupnya tidak memperlihatkan kegairahan hidup yang merupakan sifat agama orang arunta di Australia. Dia juga merasa bahwa kurangnya gairah hidup dalam bentuk-bentuk agama di masa hidupnya merupakan gejala rendahnya tingkat solidaritas di dalam masyarakat. Teori Durkheim dapat dikecam karena terlalu sepihak menekankan solidaritas. Namun pasti bahwa model Durkheim tidak diharapkan untuk diterapkan dalam suatu masyarakat yang ditandai oleh perpecahan yang tajam dan ketidaksepakatan antarkelompok agama yang berbeda.
6.   Asal-Usul Bentuk-Bentuk Pengetahuan dalam Masyarakat
Menjelang akhir buku The Elementary Forms, Durkheim
memperluas pokok pikiran utamanya dengan mengemukakan bahwa tidak hanya pemikiran agama melainkan juga pengetahuan pada umumnya berlandaskan dari dasar sosialnya. Dalam melihat analisa tentang asal-usul pengetahuan dalam masyarakat, jelaslah bahwa pemikiran agama dan pemikiran ilmiah ditentukan oleh kondisi dan mencerminkan tipe struktur sosial di mana pemikiran itu muncul. Meskipun Durkheim tidak mengembangkan perspektif ini dalam sosiologi pengetahuan secara lengkap, perpektif ini mencerminkan asumsi dasarnya yang berhubungan dengan prioritasnya pada masyarakat daripada individu, serta proporsinya yang fundamental yang mengatakan bahwa perkembangan kepribadian individu atau kehidupan subyektif seseorang itu mencerminkan pengaruh lingkungan sosial secara mendalam.



Referensi

Johnson, Doyle P. 1986. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Diterjemahkan Oleh : Robert M.Z. Lawang. Jilid 1. Bab V p. 164. Jakarta-Indonesia : PT Gramedia.

2 komentar: