Penulis :
Ajruni Wulandestie Arifin, S.Kesos
Pekerja Sosial di Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
Siapa yang tidak kenal @/Awkarin,
salah satu influencer kenamaan Indonesia yang beberapa pekan lalu berhasil
menarik perhatian penggemarnya. Penyebabnya tidak lain ketika dirinya
mengumumkan akan non-aktif dari instagram beberapa waktu.
Alih-alih membuat isu fenomenal,
Awkarin memutuskan untuk mengikuti kegiatan kerelawanan di Palu, Donggala.
Bersama Sekolah Relawan, Awkarin menyalurkan paket bantuan bencana kepada
korban gempa dan tsunami.
Kegiatan amal dan kerelawanan dewasa
ini menjadi animo yang menggugah nurani dan perhatian masyarakat. Animo
tersebut hadir baik dalam bentuk perseorangan maupun komunitas.
Kelompok OSIS yang menjadi
donatur ke panti-panti, mahasiswa yang turun ke masyarakat melakukan kegiatan
pemberdayaan, munculnya berbagai platform
penggalangan dana, hingga youtuber
dan influencer yang memuat
konten-konten berbagi. Semangat berbagi dan membantu sesama semakin marak
dilakukan di tengah peliknya permasalahan sosial yang kompleks di masyarakat.
Di tengah maraknya kegiatan amal
dan kerelawanan, belum banyak yang mengetahui keberadaan profesi pekerja
sosial. Mengutip Zastrow (1982), pekerja sosial adalah aktivitas profesional
untuk membantu individu, kelompok, atau komunitas guna meningkatkan atau
memperbaiki kapasitasnya untuk berfungsi sosial dan menciptakan kondisi
masyarakat guna mencapai tujuan-tujuannya.
Singkatnya, pekerja sosial adalah
profesi kemanusiaan. Bukan hanya sebagai bagian insidental, namun berkiprah dan
mendedikasikan dirinya untuk membantu orang lain.
Kegiatan amal mulai berkembang di
Indonesia sejak jaman Kolonialisme. Presiden Soekarno mengusung nilai gotong royong
sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia.
Nilai-nilai yang tercipta dari
berbagai kegiatan bermasyarakat seperti usaha menyediakan pendidikan bagi
masyarakat, perbaikan-perbaikan kesehatan, perlindungan sosial, hingga perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia kemudian diorganisir hingga terbentuklah
Kementerian Sosial pada tanggal 19 Agustus 1945. Lahirnya Kementerian Sosial
menjadi cikal bakal hadirnya profesi pekerja sosial di Indonesia.
Melahirkan kegiatan amal menjadi
sebuah profesi bukan hal yang mudah. Pasalnya, sebuah profesi dibangun
berdasarkan pendidikan, keterampilan dan nilai-nilai. Berkembangnya
permasalahan sosial yang kompleks perlu didukung oleh tenaga professional yang
diberikan pemahaman dalam mengentaskan berbagai permasalahan yang terjadi.
Perlu komitmen mendalam dan
jangka panjang untuk menyelesaikan permasalahan sosial hingga tuntas ke solusi.
Tenaga profesional inilah yang diberikan pendidikan, pelatihan, serta diatur
keterikatannya dalam kode etik profesi.
Namun kenyataan pahit bahwa di
Indonesia profesi ini masih sering dibingungkan dengan volunterisme,
para-profesional, maupun pegawai negeri. Kebingungan ini ditambah dengan
seringnya orang disebut pekerja sosial sekalipun tidak memiliki pendidikan
formal di bidang tersebut.
Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan
Sosial Indonesia (Aspeksi) mencatat setidaknya ada 33 Kampus/Universitas
se-Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan bagi profesi pekerja sosial.
Kampus/Universitas tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke. Mahasiswa yang
mendaftarkan dirinya ke jurusan / program studi ini akan mendapatkan
pendidikan, keterampilan, dan nilai-nilai praktik pekerja sosial sehingga dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh individu, kelompok/komunitas, dan
masyarakat. Untuk menjadi profesi pekerja sosial, seseorang wajib menempuh
pendidikan D-IV Pekerjaan Sosial / S-1 Kesejahteraan Sosial.
Setidaknya, ada tiga tujuan utama
dari praktik profesi pekerja sosial diantaranya untuk membantu seseorang agar
mampu memenuhi kebutuhan dasar, mampu menjalankan peran sosial, serta
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Upaya-upaya tersebut bertujuan
untuk menciptakan keberfungsian sosial baik bagi individu, kelompok/komunitas,
hingga masyarakat.
Saat ini, profesi pekerja sosial
telah memiliki payung hukum sebagai dasar pelaksanaan pratik pekerja sosial yakni
Undang-Undang No. 14 tahun 2012 tentang Pekerja Sosial. Hadirnya undang-undang
ini menjawab keresahan bagi profesi pekerja sosial yang seringkali masih belum diakui
keberadaanya, padahal profesi ini memiliki peran yang vital dalam mengentaskan
permasalahan di Indonesia, khususnya penyandang masalah kesejahteraan sosial.
Dengan hadirnya undang-undang
ini, profesi pekerja sosial telah dianggap setara dengan profesi lainnya
seperti Dokter, Psikiater, Psikolog maupun profesi lainnya. Bahkan, dalam
beberapa bidang praktik seperti bidang medis dan bidang anak, pekerja sosial
bekerja dengan lintas disiplin ilmu lainnya.
Salah satu hal menarik dialami
oleh Wulan, ketika tahun 2017 bergabung menjadi Tim Transplantasi Organ dan
Jaringan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengalamannya menjadi pekerja sosial
medis membuat ia berkesempatan menyampaikan hasil asesmen sosialnya di hadapan
para tenaga medis seperti dokter, perawat, ahli bedah, psikiater, dan tim
mediko legal. Dari pengalamannya, hasil asesmen sosial yang ia buat berdasarkan
manajemen kasus pekerja sosial yang dilakukannya dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi tim medis dalam memahami kondisi sosial pasien.
Wulan, membantu kliennya untuk
mengidentifikasi permasalahan yang dihadapinya hingga kemudian mendapatkan
alternatif pemecahan masalah. Pengalamannya membantu klien transplantasi hati,
Wulan mengadvokasi kebutuhan orang tua pasien agar tidak kehilangan pekerjaan, menghubungkan
klien dengan sistem sumber yang dapat membantu kebutuhan sehari-hari terutama
susu medis yang mahal sekali harganya melalui platform penggalangan dana, hingga bekerjasama dengan profesi
lainnya.
Diluar sana, banyak sekali
pekerja sosial lain yang ketika Anda membaca artikel ini sedang berjuang dalam
pekerjaannya. Bahkan, di situasi pandemi seperti saat ini pekerja sosial telah
menerbitkan Panduan Praktik Pekerjaan Sosial dalam Pandemi Covid-19. Artinya
peran pekerja sosial tidak terhenti walaupun di masa pandemi.
Melalui tulisan ini, diharapkan
masyarakat yang membutuhkan bantuan dalam mengatasi permasalahanya dapat mulai
mengakses profesi pekerja sosial karena keberadaannya saat ini telah semakin
meluas dan familiar. Keberadaan profesi pekerja sosial bukan hanya di ranah
pemerintahan, namun juga non-government
sector dan praktik mandiri.
Masyarakat yang membutuhkan
bantuan profesi pekerja sosial dapat mengaksesnya melalui website resmi
Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) di www.ipspi.org atau melalui akun instagram
@ipspi.official.
(07/21)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar